Tentang Kami

Foto saya
Kel.Krukut, Kec.Limo, Kota Depok, Prov Jawa Barat, Indonesia
Selalu berusaha ikhlas-sabar-syukur, Pecinta kedamaian&ketulusan, Ingin selalu berbagi & bermanfaat bagi sesama

Kamis, 07 Juni 2018

MENJAGA KEHORMATAN KAUM DU'AFA


Saudaraku, kita bersyukur dan turut merasa senang bila melihat atau mendengar Saudara2 kita (atau mungkin ada di antara kita sendiri) mengeluarkan (mengadakan pembagian) sedekah, zakat, santunan kepada anak yatim, santunan kepada fakir miskin, khitanan massal, atau bentuk2 kegiatan lainnya dalam berbagi rejeki/menolong sesama. Terkadang kegiatan tersebut dikemas/diorganisir/dikaitkan ke dalam event2/seremonial tertentu, namun terkadang dilakukan secara langsung. Terkadang mereka (para calon penerima sedekah/santunan) itu diundang (secara aktif atau pasif) untuk mengambil/menerima sedekah/santunan, namun terkadang sedekah/santunan itu yang diantar/dikirimkan ke tempat mereka.
Namun di balik kesyukuran itu, kita merasa prihatin atas terjadinya hal2 yang tidak diinginkan seperti adanya korban sakit lebih-lebih korban jiwa (misalnya karena terinjak-injak/tergencet/kelelahan saat mengantri) yang justru dialami oleh beberapa calon penerima sedekah/santunan yang seharusnya kita muliakan. Kadang2 juga dapat terjadi calon penerima yang sudah mengantri tetapi tidak kebagian paket sedekah/santunan karena jumlah orang yang datang melebihi paket yang disediakan "panitia".
Saudaraku, lantas bagaimana cara yang sebaiknya ditempuh Saudara2 kita yang akan berbagi rejeki, agar tidak terjadi ekses negatif tersebut? Menurut hemat saya, sebaiknya ditempuh cara yang paling aman, manusiawi, dan dapat menjamin kepastian akan memperoleh paket sedekah/santunan tersebut.
Dilihat dari keamanan dan kemanusiawiannya, menurut hemat saya mengantarkan paket2 sedekah/santuan ke tempat/alamat calon penerima lebih aman dan lebih manusiawi, bila dibanding dengan mengundang mereka untuk (antri) menerima paket tersebut & menentengnya pulang. Mengumpulkan mereka apalagi harus antri/ber-desak2an, selain berisiko juga kurang manusiawi, bahkan dapat menimbulkan kesan mempertontonkan/mempermalukan mereka sekaligus kesan memamerkan kedermawanan orang yang berbagi.
Kalau memang harus dengan mengumpulkan/mengundang mereka, persiapkanlah segala sesuatunya dengan baik agar tetap manusiawi dan tidak memberatkan/membahayakan mereka apalagi emmpermalukan. Undanglah mereka sebagai tamu yang terhormat & harus dimuliakan; bukankah salah satu kesempurnaan Iman seseorang ditandai dengan memuliakan tamunya?
Nah, untuk dapat menjamin KEPASTIAN akan memperoleh paket inilah yang memerlukan kesediaan "panitia" untuk berjerih payah melakukan perencanaan & persiapan yang baik terutama pendataan yang memadai terhadap calon penerima paket2 tersebut. Menurut hemat saya, justru karena rendahnya faktor kepastian inilah yang menyebabkan mereka rela memilih antri & berdesakan di terik matahari, dibanding menunggu di rumah dengan hati was-was takut tidak kebagian. Soal pendataan atau akses data ini tentunya kita dapat melibatkan lembaga/organisasi terkait baik pemerintah maupun non pemerintah (dinas sosial, bazis, atau melibatkan pengurus/penggiat lingkungan (RW, RT, Karang Taruna, majelis2 taklim, dsb).
Saudaraku, untuk berbagi rejeki, selain dengan cara2 di atas yang tampak eksplisit (terpisah) dari transaksi2 keseharian hidup kita, menurut hemat saya kita perlu mendampinginya dengan cara2 berbagi rejeki/materi yang bersifat implisit (melekat/menyatu) di dalam transaksi2 keseharian/keduniaan dalam hidup ini, mulai dari saat di rumah, di perjalanan, di tempat belajar/bekerja/berusaha, di tempat belanja, dan di manapun juga saat kita melihat, bertemu atau berinteraksi dengan orang lain, yang sebagian dari mereka kita nilai perlu dibantu dari sisi materi. Boleh jadi mereka itu pembantu kita, mungkin penjaja makanan, atau pedagang keliling, atau tukang sepatu keliling, atau lainnya yang tiap hari lewat di lingkungan tempat tinggal kita, mungkin pemasok barang langganan kita, mungkin pengemudi angkot yang sedang sepi penumpang atau penjual kecil yang sedang sepi pembeli atau anak sekolah yang kehabisan ongkos pulang, mungkin sekumpulan anak yang memerlukan alat permainan, mungkin WC umum yang kran/slot pintunya rusak, dan seribu satu kemungkinan lain yang dapat kita jumpai dan memerlukan bantuan. Berbagilah dengan mereka2 itu misalnya dengan melebihkan besaran rupiah yang kita bayarkan sebagai gaji atau harga pembelian barang atau ongkos jasa tertentu atau lainnya….., pendeknya, selain melakukan/memberikan apa yang menjadi kewajiban kita (sebesar harga/nilai barang/jasa tersebut), lakukan/berikan/tambahkan juga apa yang menurut penilaian kita diperlukan mereka, selekasnya.
Dengan melekatkan (mengimplisitkan) amalan kebaikan pada transaksi2 kehidupan keseharian ini diharapkan nilai2 agama dapat terimplementasi dalam kehidupan se-hari2, atau dengan perkataan lain dapat membentuk pribadi muslim yaitu pribadi yang diwarnai dengan akhlak mulia yang telah diajarkan Nabi kita Muhammad SAW. Bila akhlak sudah baik, maka ilmu/pengetahuan, ketrampilan, maupun keahlian yang dimiliki seseorang akan membawa manfaat bagi sesama, sebaliknya segala kelebihan yang dimiliki orang yang berakhlak buruk hanya akan membawa kerugian yang besar bagi sesama.
Saudaraku, marilah kita belajar mengimplementasikan nilai2 agama kita ini dalam keseharian kita, semoga Tuhan selalu menuntun hati kita pada kebenaran, amin.... (Sml)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar