Tentang Kami

Foto saya
Kel.Krukut, Kec.Limo, Kota Depok, Prov Jawa Barat, Indonesia
Selalu berusaha ikhlas-sabar-syukur, Pecinta kedamaian&ketulusan, Ingin selalu berbagi & bermanfaat bagi sesama

Sabtu, 26 Agustus 2023

KEADILAN dan KEMAKMURAN: Mana yang Didahulukan?

Assalaamu'alaikum wr.wb.

Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan  Pencanangan Cita-cita Masyarakat Adil & Makmur

Saudaraku se-Bangsa, sebagaimana kita ketahui, bila kita tengok sejarah, Bangsa kita yang diwakili oleh Sukarno - Hatta di tengah situasi perjuangan yang sangat genting, telah memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan pernyataan yang singkat dan padat: 

"Proklamasi. Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan keuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.  Jakarta, 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia: Soekarno-Hatta"

Disusul dengan pengesahan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai UUD Negara RI pada hari berikutnya yaitu tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas 4 (empat) alinea itulah termuat pernyataan luhur dan lengkap tentang Kemerdekaan Indonesia, yang salah satunya adalah tentang kondisi masyarakat di dalam negara Indonesia yang adil dan makmur.

Secara rinci, Pembukaan UUD 1945 setidaknya memuat hal-hal sbb: 

(1) penegasan bahwa kemerdekaan merupakan hak semua bangsa;                                                  (2) penegasan tentang keharusan dihapuskannya penjajahan di muka bumi karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan;                                                                                      (3) penegasan bahwa perjalanan perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia telah terwujud;  (4) penegasan tentang kondisi negara setelah merdeka yaitu Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur;                                                                                                (5) pengakuan atas pertolongan Allah Yang Maha Kuasa yang telah merahmati perjuangan kemerdekaan, sekaligus pernyataan kemerdekaan Indonesia;                                                            (6) penegasan tentang tujuan dan fungsi negara, yaitu "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial";                                                                                                                (7) penegasan tentang susunan dan bentuk negara yaitu Negara Republik Kesatuan, serta sistem pemerintahan yaitu demokrasi (kedaulatan rakyat);                                                                          (8) penegasan tentang Dasar Negara Indonesia, yaitu 5 (lima) sila dari Pancasila.

Jadi secara historis, pencanangan cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan (dicanangkan) sejak awal kemerdekaan. 

Sekilas Perjalanan Pencapaiannya: Stabilitas, Pertumbuhan, Pemerataan 

Di dalam proses perjalanan/pencapaiannya sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini Bangsa dan Pemerintah kita telah menempuh berbagai kebijakan, regulasi, strategi, maupun program pembangunan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, serta telah mengalami pasang-surutnya perkembangan zaman.  Mulai dari zaman orde lama, zaman orde baru, orde reformasi, sampai saat ini, terdapat 3 (tiga) kondisi yang selalu ingin diwujudkan pada setiap langkah pembangunan, yaitu: (i) terciptanya prasyarat bagi berlangsungnya pembangunan yakni terpeliharanya stabilitas politikdan keamanan yang sehat dan dinamis; (ii) terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;   dan (i ii) terwujudnya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya kepada seluruh rakyat Indonesia.  Ketiga kondisi tersebut pada zaman orde baru dikenal dengan "Trilogi Pembangunan".

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi perlu diwujudkan adalah dalam rangka mewujudkan cita-cita kemakmuran atau masyarakat yang makmur secara ekonomi, yang dicirikan oleh meningkatnya pendapatan per kapita (pendapatan per kepala) sampai ke tingkat yang diperlukan untuk  dapat hidup "makmur". Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya kepada seluruh rakyat Indonesia perlu diwujudkan adalah dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan atau masyarakat yang adil di dalam kemakmuran, atau makmur di dalam keadilan. Sedangkan terpeliharanya stabilitas politik dan keamanan yang sehat dan dinamis  perlu diwujudkan karena kondisi tersebut menjadi prasyarat supaya proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa gangguan yang berarti.  

Tentang perlunya stabilitas politik dan keamanan sebagai kondisi prasyarat bagi terselenggaranya proses pembangunan, nyaris semua pihak setuju dan tidak banyak perbedaan pendapat.  Banyak contoh negara yang kondisi politik dan keamanannya tidak stabil sangat sulit untuk membangun. Hasil-hasil pembangunan yang sudah diwujudkan pun dapat hancur karena kekacauan yang dipicu oleh keadaan politik yang tidak stabil; bahkan akibat yang lebih buruk dapat terjadi seperti perang saudara yang berkepanjangan. 

Makmur dulu baru Adil, atau Adil dulu baru Makmur?

Tetapi tentang mana yang harus didahulukan antara pertumbuhan dan pemerataan, terdapat banyak silang pendapat. Terdapat kalangan yang berpendapat pertumbuhan lebih dulu baru kemudian pemerataan; terdapat juga kalangan yang berpendapat pemerataan lebih dulu baru kemudian pertumbuhan. 

Kalangan yang berpendapat pertumbuhan didahulukan beralasan bahwa ketika masyarakat belum makmur secara ekonomi, apa yang mau didistribusikan (dibuat pemerataan)? Tidak ada yang bisa dibuat pemerataan selain pemerataan kemiskinan. Kalangan ini berpendapat bahwa ketika kemakmuran kelompok masyarakat tertentu terwujud maka diharapkan akan ada proses "trickle down effect" (efek menetes ke bawah) kepada kelompok masyarakat lain misal terbukanya lapangan kerja, peluang berusaha, dsb sehingga terwujud pemerataan ekonomi dalam masyarakat.

Sebagai kritik terhadap pendapat tersebut bahwa, karena mekanisme yang diciptakan untuk menjamin terjadinya "trickle down effect" belum ada, maka yang terjadi adalah bahwa kemakmuran yang dihasilkan sebagian besar dinikmati oleh para pemilik perusahaan, dan sangat kecil yang "menetes" kepada non pemilik, termasuk para tenaga kerja. Penekanan pada pertumbuhan (kemakmuran) dengan mengabaikan mekanisme pemerataan lebih hanya menghasilkan orang-orang yang serakah dan memperlebar kesenjangan pendapatan, dibanding menghasilkan pemerataan atau keadilan.

Idealnya, untuk menjamin bekerjanya mekanisme pemerataan, yang diperluas adalah akses kepemilikan masyarakat (misal tenaga kerja, atau asosiasi tenaga kerja) terhadap perusahaan melalui program saham untuk karyawan, mengingat faktanya bahwa keuntungan (kemakmuran) perusahaan selalu mengalir kepada pemiliknya, dan sulit berharap dapat menetes secara teratur apalagi yang bernilai signifikan kepada non pemilik.  

Menurut hemat kami, selain perluasan akses kepemilikan terhadap perusahaan, terdapat mekanisme pemerataan yang sebenarnya ampuh yaitu melalui koperasi, yang secara regulasi pun telah diatur. Sebagaimana diketahui, di dalam koperasi terdapat mekanisme keanggotaan/pembentukan koperasi primer dan koperasi sekunder, seperti: (i) keanggotaan koperasi primer [koperasi yang beranggotakan orang per orang] yang minimum 20 atau 9 orang; (ii) pembentukan koperasi sekunder tingkat satu [Pusat Koperasi] yang dapat dilakukan oleh 5 atau 3 koperasi primer; (iii) pembentukan koperasi sekunder tingkat dua [Gabungan Koperasi] yang dapat dilakukan oleh 3 koperasi sekunder tingkat satu; (iv) pembentukan koperasi sekunder tingkat tiga [Induk Koperasi] yang dapat dilakukan oleh 3 koperasi sekunder tingkat dua. 

Jika diasumsikan bahwa wilayah kerja koperasi primer mencakup satu atau beberapa desa/kelurahan/kecamatan, wilayah kerja koperasi sekunder tingkat satu mencakup satu atau beberapa kabupaten/kota madya, wilayah kerja koperasi sekunder tingkat dua mencakup satu atau beberapa provinsi, dan  wilayah kerja koperasi sekunder tingkat tiga mencakup beberapa provinsi atau nasional, m a k a   setiap 1 (satu) Induk Koperasi di Indonesia akan memiliki jaringan keanggotaan atau kaki-kaki atau akar atau pemilik yang tersebar di sejumlah provinsi, di sejumlah kabupaten/kota madya, dan di sejumlah kecamatan atau desa/kelurahan.  Jadi ketika Induk Koperasi tersebut memperoleh keuntungan, maka akan secara otomatis terdistribusi kepada seluruh pemiliknya melalui jaringan-jaringan koperasi di bawahnya, dari tingkat nasional sampai ke tingkat kecamatan/desa/kelurahan, yang berarti membantu terwujudnya pemerataan, yang berarti pula membantu terwujudnya keadilan.

Bila ditelaah lebih lanjut secara filosofi, menurut hemat kami keadilan merupakan proses panjang yang harus diwujudkan bahkan juga menjadi prasyarat bagi dan selalu melingkupi berlangsungnya proses pembangunan yang juga panjang. Stabilitas tanpa keadilan hanyalah stabilitas semu atau palsu yang setiap saat dapat terganggu. Sebaliknya, ketika keadilan ditegakkan kepada semua warga negara tanpa pandang bulu maka diharapkan akan menghasilkan stabilitas yang sejati dan permanen karena tumbuh dari kesadaran seluruh rakyat, bukan stabilitas yang dipaksakan. bahkan ketika keadilan selalu ditegakkan, rakyat pun akan rela berjuang bersama, susah bersama, bahkan sengsara bersama, karena sama-sama berproses menuju kemakmuran bersama. 

Jadi kemakmuran adalah hasil yang dapat diwujudkan dari proses penegakan keadilan tersebut. Oleh karena itu, justru ketika kondisi rakyat sedang sulit mencari kehidupan, maka keadilan harus dapat ditegakkan, karena ketidak-adilan yang kecil pun dapat mengakibatkan kesengsaraan yang lebih besar. Lebih-lebih ketidak-adian yang besar, tidak saja sangat menyakitkan hati rakyat, tetapi juga dapat mengakibatkan kesengsaraan yang serius/luas.  Misal rakyat miskin yang hanya bisa makan 1 kali sehari bukankah bisa mati kelaparan ketika tidak makan selama beberapa hari karena ada oknum yang mengambil hak mereka (tidak adil)?  Bagi orang-orang serakah, orang-orang yang tidak ikhlas, orang-orang yang tidak mau berbagi atau berkorban, dan orang-orang sejenisnya, keadilan memang hanya mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan karena mereka dapat dirugikan ketika keadilan ditegakkan.  

Saudaraku se-Bangsa, mari kita belajar selalu bersikap dan bertindak adil karena Allah Swt. Semoga secara bertahap cita-cita NKRI tercinta masyarakat adil, makmur, sentosa terwujud dengan baik dan lestari, di dalam naungan dan ridho Allah Swt, Aamiin YRA...

Wassalaamu'alaikum wr.wb.

(Ragil'23)



 












 . 

Minggu, 20 Agustus 2023

Membuang Kebiasaan Buruk

Saudaraku, setiap orang pada umumnya memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu. Sesuatu dapat dikatakan menjadi kebiasaan ketika sesuatu itu dilakukan secara rutin/periodik, mungkin setiap bulanan, setiap minggu, setiap hari, atau lainnya. Perilaku/tindakan yang dilakukan secara terus-menerus oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu akan menjadi kebiasaan dan tanpa disadari dapat membentuk sifat-sifat tertentu dari orang tersebut sesuai dengan perilaku/tindakan yang dibiasakan tersebut, baik atau buruk. 

Ketika yang dibiasakan adalah perilaku/tindakan kebaikan seperti bersabar, bersyukur, ikhlas, berbagi kepada sesama, tekun/rajin, bekerja keras, hemat, hidup sederhana, dsb, maka tanpa disadari akan terbentuk sifat-sifat (akhlak) yang baik/mulia yang tentu kita harapkan bersama. 

Tetapi ketika yang dibiasakan adalah perilaku/tindakan keburukan seperti pemarah, rakus/serakah atau selalu merasa kurang, kikir, malas-malasan, egois, iri, dengki, boros dan bermewah-mewah, riya', dsb, maka tanpa disadari akan terbentuk sifat-sifat (akhlak) yang buruk/tercela yang tentu tidak kita harapkan bersama.

Saudaraku, kebiasaan buruk yang dipelihara akan selalu menjadi faktor pengurang terhadap kinerja/kesuksesan, dan suatu saat dapat menjadi ganjalan yang menghambat bahkan bisa menggagalkan kesuksesan dan....menjadi penyesalan. Misalnya, orang yang malas/terlambat bangun tidur dapat terlambat/gagal dalam mengikuti seleksi/lomba/pertemuan, gagal menemui klien/konsumen, dsb. Orang yang pemarah dan tidak bisa mengendalikan diri akan sulit berpikir yang berat2, dijauhi teman2nya, membuat orang lain tidak mau bicara terus terang (jujur), bahkan tanpa sadar dapat menyakiti orang lain. Dsb.

Sebaliknya, kebiasaan yang baik merupakan faktor penggenap (penambah) terhadap kinerja/kesuksesan, dan dapat menjadi kekuatan yang mampu membuka jalan bahkan melancarkan terwujudnya kesuksesan. Misalnya, orang yang rajin bisa bangun tidur lebih awal sehingga memiliki cukup waktu dan dapat lebih mepersiapkan diri dalam mengikuti seleksi/lomba/pertemuan, mampu menemui klien/konsumen sesuai perjanjian/komitmen, dsb. Orang yang penyabar, memiliki empati, ringan tangan akan disenangi teman2nya, membuat orang lain mau bicara terus terang (jujur). Dsb.

Saudaraku, mari kita buang jauh-jauh kebiasaan buruk yang masih kita miliki dan kita ganti dengan kebiasaan yang baik. Mari kita latih anak-anak kita, keluarga kita untuk membiasakan bertutur-kata, bersikap, dan bertindak yang baik.

Semoga Allah Swt selalu membimbing dan membaikkan kita, keluarga kita, dan seluruh umat manusia, Aamiin YRA...wassalam... (Rgl)