Tentang Kami

Foto saya
Kel.Krukut, Kec.Limo, Kota Depok, Prov Jawa Barat, Indonesia
Selalu berusaha ikhlas-sabar-syukur, Pecinta kedamaian&ketulusan, Ingin selalu berbagi & bermanfaat bagi sesama

Sabtu, 03 November 2018

Peluang/Tantangan Di Balik Amanat Peraturan Perundang-undangan bagi PT & Lembaga Litbang




PELUANG/TANTANGAN DI BALIK
AMANAT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN bagi PERGURUAN TINGGI & LEMBAGA LITBANG
(EDISI PERDANA)











Oleh :

Sumilir
Tenaga Pengajar FEB UPN ”Veteran” Jakarta












LEMBAGA PENERBIT UPN ”VETERAN” JAKARTA
JAKARTA,      FEBRUARI   2016






Judul:

 Peluang/Tantangan Di Balik Amanat Peraturan Perundang-Undangan bagi  Perguruan Tinggi & Lembaga Litbang









Oleh: Sumilir, SE, MM
(ISBN: 978-602-274-015-5)











Cetakan Pertama,   Februari   2016













PENERBIT:
Lembaga Penerbit UPN “Veteran” Jakarta
Jl.RS. Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan
Telp. (021) 7656971
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Nomor: 129/DKI, Tanggal  17 April 1989
(Nomor 135/DKI/83, Tanggal  1 Desember 2005)






KATA  PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YMK, Allah SWT karena atas curahan rahmat-Nya maka penyusunan buku kecil ini dapat diselesaikan dan diterbitkan.  Buku sederhana Peluang/Tantangan Di Balik Amanat Peraturan Perundang-Undangan Bagi  Perguruan Tinggi & Lembaga Litbang ini memuat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang disadari atau tidak telah membuka peluang bagi Perguruan Tinggi dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan (Lembaga Litbang) untuk melakukan dan mengembangkan peran dan fungsinya bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan masyarakat.  
Pada pasal 6 ayat (1) Undang Undang nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK ditegaskan bahwa  di dalam sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan iptek  terdapat 4 (empat) unsur kelembagaan, yaitu: Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, Badan Usaha, dan Lembaga Penunjang.
Perguruan Tinggi (PT) sebagaimana diamanatkan pasal 20 ayat (2) Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, wajib menyelenggarakan Tridharma PT yaitu: 1) pendidikan dan pengajaran, 2) penelitian, dan 3) pengabdian kepada masyarakat.  Implementasi Tridharma PT tersebut senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan kemajuan masyarakat/stakeholders dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. PT juga dituntut untuk mampu menghasilkan lulusan (SDM) yang berkualitas dan berkarakter sehingga diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa dan negara di segala bidang kehidupan. 
Sedangkan Lembaga Litbang [yang dapat berupa organisasi yang berdiri sendiri, atau bagian dari organisasi pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, badan usaha, lembaga penunjang dan organisasi masyarakat (pasal 8 ayat (3) Undang Undang nomor 20 tahun 2003] memiliki kewajiban/fungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan IPTEK dengan pencarian/penggalian invensi IPTEK dan potensi pendayagunaannya.
Jadi di dalam sistem nasional litbang dan penerapan IPTEK tersebut, PT dan Lembaga Litbang  masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi saling terkait. PT berfungsi membentuk (mencetak) “SDM IPTEK” melalui pelaksanaan “Tridharma PT” oleh Fakultas-Fakultas dan Lembaga/Pusat Penelitian & Pengabdian pada Masyarakat yang dimiliki dalam rangka penguasaan IPTEK), sedangkan Lembaga Litbang berfungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan IPTEK dengan pencarian/penggalian invensi IPTEK dan potensi pendayagunaannya.
Dengan mengkaitkan kegiatannya pada upaya-upaya membantu perwujudan/implementasi ketentuan perundang-undangan khususnya yang terkait dengan tugas pokok dan fungsinya, maka manfaat keberadaan  PT dan Lembaga Litbang  akan semakin dirasakan oleh masyarakat. 
Dengan pertimbangan tersebut, buku kecil ini diharapkan dapat memberi manfaat terutama bagi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang serta para Pegiatnya khususnya di Indonesia dalam memberi arah bagi segala kegiatannya agar lebih bermanfaat bagi kesejahteraan umat, amin.  Akhirnya, segala kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan bagi kesempurnaan penulisan di waktu mendatang, dan untuk itu tak lupa kami sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Jakarta,         Februari  2016
Penyusun,


Sumilir




DAFTAR  ISI

BAB

HALAMAN

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI 
I
ii
I
PENDAHULUAN
1
II
POSISI PERGURUAN TINGGI (PT) DAN LEMBAGA LITBANG DI DALAM SISTEM NASIONAL LITBANG DAN PENERAPAN IPTEK
4
III
TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN TINGGI, SERTA FUNGSI DAN PERAN PERGURUAN TINGGI
7
IV
KEWAJIBAN PERGURUAN TINGGI MENYELENGGARAKAN “TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI” SESUAI DENGAN “STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI”
9
V
KEWAJIBAN PERGURUAN TINGGI MEMBENTUK “SDM IPTEK”
13
VI
KEWAJIBAN PERGURUAN TINGGI MEMBEKALI LULUSAN DENGAN KOMPETENSI SESUAI KKNI DAN BEKERJA SAMA DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT PROFESI DAN SERTIFIKAT KOMPETENSI
15
VII
KEWAJIBAN PT & LEMBAGA LITBANG MENYEBARLUASKAN INFORMASI HASIL KEGIATAN LITBANG & KEKAYAAN INTELEKTUAL
20
VIII
KEWAJIBAN PT MENGGALANG KERJA SAMA DALAM BIDANG PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
22
IX
KEWAJIBAN PT & LEMBAGA LITBANG MENGUSAHAKAN PEMBENTUKAN “SENTRA HKI”
24
X
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN HKI BAGI PT DAN LEMBAGA LITBANG
25
XI
KEWAJIBAN PT & LEMBAGA LITBANG MENGUSAHAKAN “ALIH TEKNOLOGI” KEKAYAAN ITELEKTUAL DAN HASIL LITBANG
28
XII
KEWAJIBAN PEMERINTAH & PEMDA MENGALOKASIKAN ANGGARAN BAGI PENINGKATAN LITBANG & IPTEK
31
XIII
KEWAJIBAN BADAN USAHA MENGALOKASIKAN SEBAGIAN PENDAPATANNYA BAGI PENINGKATAN PEREKAYASAAN, INOVASI, DAN  DIFUSI TEKNOLOGI
32
XIV

KETERLIBATAN PT DALAM  PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL & LINGKUNGAN PERSEROAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES, CSR)

33


XV

 

 

KETERLIBATAN PT/LEMBAGA LITBANG DALAM  PEMBENTUKAN/KEGIATAN FORUM MASYARAKAT STATISTIK, PENYELENGGARAAN STATISTIK DASAR, STATISTIK SEKTORAL, STATISTIK KHUSUS DAN KEGIATAN STATISTIK LAINNYA



36
XVI

KETERLIBATAN PT DALAM PEMBENTUKAN/KEANGGOTAAN DEWAN RISET NASIONAL DAN DEWAN RISET DAERAH

42
XVII

KETERLIBATAN PT DALAM PEMBENTUKAN/KEGIATAN BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA, BADAN PROMOSI PARIWISATA DAERAH, DAN GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

44

XVIII

 

KETERLIBATAN PT DALAM BERBAGAI KEGIATAN LAINNYA


49

DAFTAR REFERENSI

50

                                       













BAB I 
PENDAHULUAN
                                                 
Sebagaimana diamanatkan Undang Undang nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SN-P3-I),  bahwa di dalam Sistem Nasional Litbang dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Perguruan Tinggi (PT) dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Lembaga Litbang)  masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi saling mengisi dan memperkuat.   Perguruan Tinggi berfungsi antara lain membentuk (mencetak) “SDM IPTEKmelalui pelaksanaan “Tridharma PT” oleh fakultas/program studi yang dimiliki dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sedangkan Lembaga Litbang berfungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan IPTEK dengan pencarian/penggalian invensi IPTEK dan potensi pendayagunaannya.  
Tridharma PT (yang mencakup: pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan  pengabdian kepada masyarakat) tersebut dalam implementasinya senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan kemajuan masyarakat/stakeholders dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Dengan demikian maka PT diharapkan tidak saja menghasilkan karya dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga dituntut untuk mampu menghasilkan lulusan (SDM) yang berkualitas dan berkarakter sehingga diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa dan negara di segala bidang kehidupan. 
Di pihak lain,  Lembaga Litbang diharapkan dapat menjadi faktor penggerak dan pendorong bagi perekonomian melalui penumbuhan kemampuan pemajuan IPTEK dengan pencarian/penggalian invensi IPTEK dan potensi pendayagunaannya.  
Bila PT dan Lembaga Litbang mampu menjalankan serta mengembangkan peran, tugas dan fungsinya (terutama yang telah diamanatkan oleh berbagai peraturan perundang-undangan) dengan baik maka manfaat keberadaan  Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang  akan semakin dirasakan oleh masyarakat. 
Amanat dari berbagai peraturan perundang-undangan tersebut hendaknya dipandang sebagai peluang bagi PT dan Lembaga Litbang untuk meraih kemajuan-kemajuan yang pada dasarnya memang diperlukan untuk mewujudkan visi-misi setiap PT dan Lembaga Litbang.  Oleh karena itu kiranya menjadi kebutuhan bagi segenap PT dan Lembaga Litbang khususnya para pengelola dan segenap SDM yang ada di dalamnya untuk lebih memahami berbagai amanat/perintah peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan oleh PT dan Lembaga Litbang, agar dapat berupaya memenuhi atau melampauinya.
Adapun amanat dari berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1.       Posisi  Perguruan Tinggi  dan Lembaga Litbang di dalam Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK;
2.       Tujuan pendidikan tinggi dan kewajiban Perguruan Tinggi menyelenggarakan ”Tridharma PT”;
3.       Kewajiban PT membentuk ”SDM IPTEK”;

4.       Kewajiban PT dan Lembaga Litbang menyebarluaskan informasi hasil kegiatan litbang & kekayaan intelektual;

5.       Kewajiban PT dan Lembaga Litbang mengusahakan pembentukan “Sentra HKI (Hak Kekayaan Intelektual)”;

6.       Kewajiban PT dan Lembaga Litbang mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual dan hasil litbang;

7.       Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah daerah (Pemda) mengalokasikan anggaran bagi peningkatan litbang & IPTEK;
8.       Kewajiban Badan Usaha mengalokasikan sebagian pendapatannya bagi peningkatan perekayasaan, inovasi,  dan difusi teknologi;
9.       Kewajiban PT bekerja sama dengan Instansi/Organisasi terkait dalam penerbitan Sertifikat Profesi dan Sertifikat Kompetensi;
10.    Keterlibatan PT dalam  pelaksanaan tanggung jawab sosial & lingkungan perseroan (Corporate Social Responsibilities, CSR);
11.    Keterlibatan PT dalam  penyelenggaraan statistik dasar, statistik sektoral, dan statistik khusus;
12.    Keterlibatan PT dalam pembentukan/keanggotaan Dewan Riset Nasional dan/atau Dewan Riset Daerah;
13.    Keterlibatan PT dalam pembentukan/keanggotaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dan/atau Badan Promosi Pariwisata Daerah;
14.    Keterlibatan PT dalam pemasyarakatan/pembudayaan/pendidikan/pembinaan koperasi dan pendampingan pembentukan/pengelolaan Koperasi Sekolah/Koperasi Siswa, Koperasi Mahasiswa;
15.    Keterlibatan PT dalam pendampingan/pemberdayaan Dewan Koperasi Indonesia Pusat dan/atau Dewan Koperasi Indonesia Daerah.
16.    Keterlibatan PT dalam pembinaan/pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM);
17.    Keterlibatan PT dalam kajian akademis berbagai peraturan perundang-undangan baik Pusat maupun Daerah;

18.    Keterlibatan PT dalam penanaman jiwa kebangsaan/nasionalisme & patriotisme kepada masyarakat  khususnya generasi muda;

19.    Keterlibatan PT dalam pembinaan/pengembangan kegiatan kepemudaan, keolahragaan, kesenian, kebudayaan; 


























BAB II
 POSISI  PERGURUAN TINGGI  DAN LEMBAGA LITBANG DI DALAM SISTEM NASIONAL LITBANG DAN PENERAPAN IPTEK

A.    Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK
Menurut Undang Undang nomor 18 tahun 2002, Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK (SNP3 IPTEK) berfungsi membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan IPTEK dalam satu keseluruhan yang utuh, dengan tujuan untuk memperkuat daya dukung IPTEK bagi percepatan pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional.
Unsur yang dicakup pada setiap tataran: penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan IPTEK,  masing-masing meliputi: unsur kelembagaan, unsur sumber daya, dan unsur jaringan IPTEK.  Unsur kelembagaan IPTEK terdiri atas: perguruan tinggi (PT), Lembaga Litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang. 
Unsur sumber daya IPTEK terdiri atas: keahlian, kepakaran, kompetensi manusia dan pengorganisasiannya, kekayaan intelektual dan informasi, serta sarana dan prasarana IPTEK. Berbagai sumber daya IPTEK ini wajib ditingkatkan secara terus-menerus daya guna dan nilai gunanya oleh PT, Lembaga Litbang, badan usaha dan lembaga penunjang.
Unsur jaringan IPTEK berfungsi membentuk jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-unsur kelembagaan IPTEK untuk menghasilkan kinerja dan manfaat yang lebih besar dari keseluruhan yang dapat dihasilkan oleh masing-masing unsur kelembagaan secara sendiri-sendiri. Untuk mengembangkan jaringan ini maka PT, Lembaga Litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang wajib mengusahakan kemitraan dalam hubungan yang saling mengisi, melengkapi, memperkuat, dan menghindarkan terjadinya tumpang tindih yang merupakan pemborosan. 

B.    Posisi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang di  dalam SNP3 IPTEK

Di dalam Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK (SNP3 IPTEK), Undang Undang nomor 18 tahun 2002 menegaskan adanya 4 (empat) unsur kelembagaan IPTEK, yaitu: a) Perguruan Tinggi, b) Lembaga Litbang, c) Badan Usaha, dan c) Lembaga Penunjang (pasal 6 ayat (1)). Lembaga Litbang dalam hal ini dapat berupa organisasi yang berdiri sendiri, atau bagian dari organisasi pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, badan usaha, lembaga penunjang dan organisasi masyarakat (pasal 8 ayat (3)).
Karena Lembaga Litbang dapat berupa bagian dari perguruan tinggi, maka di dalam Sistem Nasional Litbang dan Penerapan IPTEK di Indonesia, setiap Perguruan Tinggi (PT) yang memiliki Lembaga Litbang memiliki dua posisi/peran sekaligus, yaitu:   1)   Sebagai Unsur kelembagaan yaitu dalam kelompok ”Perguruan Tinggi” karena merupakan sebuah Perguruan Tinggi,  dan 2)  Lembaga Litbang PT itu sendiri  berkedudukan juga sebagai Unsur kelembagaan yaitu dalam kelompok ”Lembaga Litbang”, karena Lembaga Litbang PT merupakan bagian dari organisasi PT  yang melakukan fungsi Litbang (di samping fungsi lainnya).
 Adapun fungsi masing-masing unsur kelembagaan IPTEK di dalam Sistem Nasional Litbang dan Penerapan IPTEK berdasarkan Undang Undang nomor 18 tahun 2002 tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1.     Perguruan Tinggi maupun Lembaga Litbang  masing-masing mempunyai fungsi yang saling melengkapi. Perguruan Tinggi berfungsi membentuk (mencetak) “Sumber Daya Manusia (SDM) IPTEK” melalui pelaksanaan “Tridharma PT” oleh Fakultas-fakultas dan lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LPPM)  yang dimiliki dalam rangka penguasaan IPTEK, sedangkan Lembaga Litbang berfungsi menumbuhkan kemampuan pemajuan IPTEK dengan pencarian/penggalian invensi IPTEK dan potensi pendayagunaannya. 
2.     Badan Usaha berfungsi menumbuhkan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomis.
3.     Sedangkan Lembaga Penunjang yang terdiri dari organisasi-organisasi yang terkait dengan Penyusun Kebijakan IPTEK seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewan Riset Nasional/Daerah, lembaga yang menangani HKI, badan standarisasi nasional & pengujian standar, organisasi profesi, dan sebagainya, berfungsi memberikan dukungan dan membentuk iklim yang kondusif bagi penyelenggaraan kegiatan: pengusaan, pemanfaatan, dan pemajuan IPTEK.
Mengingat posisi strategis Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang tersebut maka ke depan hendaknya jalinan kerjasama antara Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang  dapat lebih baik dan intensif agar dapat memberikan peran nyata bagi kemajuan Litbang dan IPTEK di Indonesia, sesuai dengan status mulia yang disandangnya, bersama-sama dengan kalangan Badan Usaha dan Lembaga-lembaga Penunjang.


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002  pasal 4, pasal 5  ayat (1) & (2), Pasal 6 ayat (1):
Pasal 4: Sistem Nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan teknologi bertujuan memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional.
Pasal 5 ayat (1): Sistem Nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan teknologi berfungsi membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam satu keseluruhan yang utuh untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
Pasal 5 ayat (2): Unsur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas unsur kelembagaan, unsur sumber daya, dan unsur jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 6 ayat (1): Kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas unsur perguruan tinggi, Lembaga Litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang.
.




















BAB III
TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN TINGGI, SERTA FUNGSI DAN PERAN PERGURUAN TINGGI

Pada pasal 84 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan ditegaskan bahwa pendidikan tinggi bertujuan untuk:
1)  membentuk insan yang: a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia dan berkepribadian luhur; b) sehat, berilmu dan cakap; c) kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; d) toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis dan bertanggung jawab; dan
2) menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau olah raga yang memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, negara, umat manusia dan lingkungan.    
Tujuan pendidikan tinggi tersebut dirumuskan secara lebih terperinci pada pasal 5  Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah:
a.     Berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, trampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b.     Dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk memenuhi  kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
c.     Dihasilkannya imu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, peradaban dan kesejahteraan umat manusia;
d.     Mewujudkan kengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalammemajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sedangkan fungsi pendidikan tinggi, pasal 4 Undang Undang nomor 12 tahun 2012  menyatakan bahwa pendidikan tinggi berfungsi: a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; b) mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; c) mengembangkan IPTEK dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora.  
Dalam rangka mencapai/merealisasikan tujuan dan fungsi pendidikan tinggi maka sebagaimana diatur pasal 58 ayat (1) Undang Undang nomor 12 tahun 2012, Perguruan Tinggi (PT) memiliki fungsi dan peran sebagai berikut: a) wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat; b) wadah pendidikan calon pemimpin bangsa; c) pusat pengembangan IPTEK; d) pusat kajian kebajikan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran; dan e) pusat pengembangan peradaban bangsa.
Jadi Perguruan Tinggi (PT) sebagai pelaksana pendidikan tinggi, tidak saja  dituntut menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi terbaik, menghasilkan karya-karya nyata yang berupa produk-produk IPTEK, seni, atau olah raga, tetapi juga harus mampu mewujudkan berbagai fungsi dan peran yang berat tetapi mulia tersebut.


Bunyi Undang Undang nomor 12  tahun  2012  pasal 4, pasal 5, pasal 58 ayat (1)&(2):
Pasal 4: Pendidikan Tinggi berfungsi: a. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; b. mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; c. mengembangkan IPTEK dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora. 
Pasal 5: Perguruan Tinggi bertujuan: a. berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, trampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa; b. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk memenuhi  kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa; c. dihasilkannya imu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, peradaban dan kesejahteraan umat manusia; d. terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 58 ayat (1): Perguruan Tinggi melaksanakan fungsi dan peran sebagai: a. wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat; b. wadah pendidikan calon pemimpin bangsa; c. pusat pengembangan IPTEK; d. pusat kajian kebajikan dan kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran; dan e. pusat pengembangan peradaban bangsa.
Pasal 58 ayat (2): Fungsi dan peran Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan Tridharma yang ditetapkan dalam Statuta Perguruan Tinggi.
.










BAB IV
KEWAJIBAN PERGURUAN TINGGI MENYELENGGARAKAN ”TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI” SESUAI DENGAN ”STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI”

Untuk mewujudkan tujuan dan fungsi pendidikan tinggi yaitu dalam rangka mencetak SDM IPTEK (para lulusan) dan menghasilkan produk-produk IPTEK, maka pasal 20 ayat (2) Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan dengan tegas bahwa Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Ketiga kewajiban (dharma)  ini selanjutnya disebut dengan ”Tridharma Perguruan Tinggi”. 
Selanjutnya, pada pasal 24 ayat (2) ditegaskan bahwa Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengolah sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat.
Di dalam PT, pelaksanaan Tridharma PT dilakukan oleh sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) di seluruh fakultas/program studi yang dimiliki PT, baik secara mandiri oleh PT yang bersangkutan maupun melalui kerja sama dengan pihak-pihak lain. Dalam implementasinya, Tridharma PT perlu senantiasa dikembangkan dan disesuaikan dengan tuntutan kemajuan masyarakat/stakeholders serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).  Dengan demikian maka PT diharapkan tidak saja dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas (SDM IPTEK), berkarakter dan mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa dan negara di segala bidang kehidupan, tetapi juga dituntut untuk mampu menghasilkan karya dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat (produk-produk IPTEK).
Guna mendukung perwujudan kuaalitas penyelenggaraan Tridharma PT tersebut maka ditetapkan standar-standar/kriteria minimal bagi masing-masing ”dharma” tersebut melalui Permendikbud nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Di dalam Permendikbud tersebut ditegaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan Tinggi merupakan satuan standar yang terdiri atas: a)Standar Nasional Pendidikan, b) Standar Nasional Penelitian, dan c) Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.      Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).    Standar  Nasional  Penelitian   adalah  kriteria  minimal  tentang  sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum NKRI.   Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum NKRI.  Ketiga standar tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi.
Adapun mengenai standar-standar yang dicakup di dalam Standar Nasional Pendidikan disebutkan pada pasal 4 ayat (1) Permendikbud nomor 49 tahun 2014, yaitu terdiri atas: a) standar kompetensi lulusan; b) standar isi pembelajaran; c) standar proses pembelajaran; d) standar penilaian pembelajaran; e) standar dosen dan tenaga kependidikan; f) standar sarana dan prasarana pembelajaran; g) standar pengelolaan pembelajaran; dan h) standar pembiayaan pembelajaran.
Selanjutnya mengenai standar-standar yang dicakup di dalam Standar Nasional Penelitian disebutkan pada pasal 42 Permendikbud nomor 49 tahun 2014, yaitu terdiri atas: a) standar hasil penelitian; b)  standar isi penelitian; c) standar proses penelitian; d) standar penilaian penelitian;  e) standar peneliti;  f) standar sarana dan prasarana penelitian;  g) standar pengelolaan penelitian; dan  h) standar pendanaan dan pembiayaan penelitian. 
Sedangkan standar-standar yang dicakup di dalam Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat  disebutkan pada pasal 53 Permendikbud nomor 49 tahun 2014, yaitu  terdiri atas: a)  standar hasil pengabdian kepada masyarakat;  b) standar isi pengabdian kepada masyarakat;  c) standar proses pengabdian kepada masyarakat;  d) standar penilaian pengabdian kepada masyarakat;  e) standar pelaksana pengabdian kepada masyarakat;  f)   standar sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat;  g) standar pengelolaan pengabdian kepada masyarakat; dan  h)  standar pendanaan dan pembiayaan pengabdian kepada masyarakat.
Di dalam penyelenggaraan dan pengembangan implementasi Tridharma PT itulah terbuka berbagai peluang bagi PT untuk melakukan berbagai langkah dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait (Lembaga Litbang, Badan Usaha, dan Lembaga-lembaga Penunjang) yang dipandang mampu atau berpotensi menjadi mitra bagi optimalisasi,  efektifitas dan pengembangan penyelenggaraan Tridharma PT.




Bunyi Undang Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 20 ayat (2) :
Pasal 20 ayat (2): Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.



Bunyi Undang Undang nomor 12  tahun 2012 pasal 1 angka 1, 9, 10, 11; pasal 33; pasal 45 ayat (1); pasal 46 ayat (2); pasal 47 ayat (1) & (2):
Pasal 1 angka 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterammpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 
Pasal 1 angka 9: Tridharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Pasal 1 angka 10: Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis, untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan denganpemahaman dan/atau pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 1 angka 11: Pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 33 ayat (1)&(2): Program pendidikan dilaksanakan melalui program Studi, sedangkan program Studi memiliki kurikulum dan metode pembelajaran sesuai dengan program Pendidikan.
Pasal 45 ayat (1): Penelitian di Perguruan Tinggi diarahkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
Pasal 46 ayat (2): Hasil penelitian wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau dipatenkan oleh Perguruan Tinggi, kecuali hasil penelitian yang bersifat rahasia, mengganggu, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
Pasal 47 ayat (1): Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan sivitas akademika dalam mengamalkan dan membudayakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 47 ayat (2): Pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian, dan/atau otonomi keilmuan sivitas akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat..

.


Bunyi Permendikbud nomor 49 tahun 2014 pasal 1 angka 1 s.d 4; pasal 2 ayat (1)&(2);                        pasal 3 ayat (2)&(3); pasal 4 ayat (1)&(2); pasal 42; pasal 53:
Pasal 1 angka 1, 2, 3, 4:
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.  Standar Nasional Pendidikan Tinggi, adalah satuan standar yang meliputi Standar Nasional   Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
2.  Standar Nasional Pendidikan, adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.  Standar Nasional Penelitian, adalah kriteria minimal tentang sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.  Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat, adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Pasal 2 ayat (1) &(2):
(1)  Standar Nasional Pendidikan Tinggi terdiri atas:
a. Standar Nasional Pendidikan;
b. Standar Nasional Penelitian; dan
c. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
(2)  Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi.
Pasal 3:
(2)  Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib:
a. dipenuhi oleh setiap perguruan tinggi untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;
b. dijadikan dasar untuk pemberian izin pendirian perguruan tinggi dan izin pembukaan program studi;
c. dijadikan dasar penyelenggaraan pembelajaran berdasarkan  kurikulum pada program studi;
d. dijadikan  dasar  penyelenggaraan  penelitian  dan  pengabdian  kepada masyarakat;
e. dijadikan dasar pengembangan dan penyelenggaraan sistem penjaminan mutu internal;
f. dijadikan dasar penetapan kriteria sistem penjaminan mutu eksternal melalui akreditasi.
(3)   Standar Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dievaluasi dan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan, sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global oleh badan yang ditugaskan untuk menyusun dan mengembangkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Pasal 4 ayat (1)&(2):
(1)  Standar Nasional Pendidikan terdiri atas:
a. standar kompetensi lulusan;
b. standar isi pembelajaran;
c. standar proses pembelajaran;
d. standar penilaian pembelajaran;
e. standar dosen dan tenaga kependidikan;
f. standar sarana dan prasarana pembelajaran;
g. standar pengelolaan pembelajaran; dan
h. standar pembiayaan pembelajaran.
(2)   Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum.
Pasal 42:
Ruang lingkup Standar Nasional Penelitian terdiri atas:
a.  standar hasil penelitian;
b.  standar isi penelitian;
c.  standar proses penelitian;
d.  standar penilaian penelitian;
e.  standar peneliti;
f.   standar sarana dan prasarana penelitian;
g.  standar pengelolaan penelitian; dan
h.  standar pendanaan dan pembiayaan penelitian.
Pasal 53:
Ruang lingkup Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat terdiri atas:
a.  standar hasil pengabdian kepada masyarakat;
b.  standar isi pengabdian kepada masyarakat;
c.  standar proses pengabdian kepada masyarakat;
d.  standar penilaian pengabdian kepada masyarakat;
e.  standar pelaksana pengabdian kepada masyarakat;
f.   standar sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat;
g.  standar pengelolaan pengabdian kepada masyarakat; dan
h.  standar pendanaan dan pembiayaan pengabdian kepada masyarakat.







BAB V
KEWAJIBAN PERGURUAN TINGGI  MEMBENTUK ”SDM IPTEK”

Sesuai Undang Undang  nomor 18 tahun 2002 tersebut, di dalam Sistem Nasional Litbang dan Penerapan IPTEK, fungsi Perguruan Tinggi adalah membentuk “SDM IPTEK” yaitu SDM yang memiliki keahlian, kepakaran dan kompetensi yang memadai di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan meningkatkan kemampuan pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta  pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 7 ayat (1) & (2)).
Peningkatan kemampuan SDM (mahasiswa) dibidang pendidikan/pengajaran, pada umumnya dilakukan PT melalui rangkaian kegiatan sejak proses penerimaan calon mahasiswa baru sampai dengan dinyatakan lulus yang mencakup: a) proses seleksi calon mahasiswa baru, b) proses pengenalan kehidupan kampus, c) proses pembelajaran, pendidikan dan ujian (akademik) baik teori maupun praktikum pada setiap semester,  d) proses pembelajaran dan pendidikan non akademik (melalui organisasi kemahasiswaan dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya), e) proses pembimbingan/pendampingan akademik di sepanjang semester, f) penyelenggaraan seminar-seminar ilmiah/akademik, g) penyelengaraan program sertifikasi kompetensi untuk bidang-bidang keilmuan yang memerlukan baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan Instansi/pihak lain, h) penyelenggaraan program magang/sejenisnya dan program fasilitasi karir/pekerjaan bagi lulusan, i) pembukaan dan pengembangan program-program profesi sesuai kebutuhan pasar/pengguna.
Peningkatan kemampuan SDM (mahasiswa) dibidang penelitian dan pengembangan, pada umumnya dilakukan PT melalui:  a) pemberian dorongan, pembekalan dan fasilitasi bagi mahasiswa untuk bersaing/mengikuti seleksi perolehaan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Ditjen Dikti, b) pengikutsertaan/pelibatan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penelitian/pengembangan yang dilakukan dosen/lembaga baik internal PT maupun dalam rangka kerja sama dengan Instansi/pihak lain misalnya kegiatan sensus, survei atau pendataan lainnya, penyusunan profil-profil kewilayahan/sektoral, pendataan potensi wilayah di berbagai bidang, penyusunan direktori-direktori Instansi/organisasi baik sektoral maupun kewilayahan, c) pengiriman&fasiitasi bagi mahasiswa sebagai peserta ke berbagai lomba/kompetisi yang diselenggarakanpihak luar PT misal lomba penulisan karya ilmiah dan lomba-lomba penciptaan karya inovatif lainnya, d) penyelenggaraan kompetisi/lomba penulisan ilmiah maupun penciptaan karya inovatif lain, dan menyediakan penghargaan bagi para pemenang; e) penyediaan mata kuliah Tugas Akhir/Skripsi/Tesis/Disertasi sebagai mata kuliah penutup yang dalam proses pengambilannya selain harus menguasai bidang keilmuan pokok sesuai program studinya juga memerlukan pengetahuan, ketrampilan, serta keahlian pendukung yaitu  statistik dan metode penelitian, f) penyediaan layanan bagi pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi mahasiswa, alumni/lulusan, dan dosen.
Peningkatan kemampuan SDM (mahasiswa) dibidang pengabdian kepada masyarakat, pada umumnya dilakukan PT melalui:  a) penyediaan mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN) kepada mahasiswa yang dapat dikemas menjadi pilihan-pilihan: KKN Umum/Reguler, KKN Tematik, atau KKN Mandiri sesuai kebutuhan, b) penyelenggaraan program-program bakti sosial secara periodik dan spontan/insidentil misalnya pada saat terjadi bencana alam, kecelakaan, pada saat event-event nasinal, dsb, c) penyelenggaraan program-program wilayah binaan, organisasi binaan, kelompok binaan, unit usaha binaan, dsb pada wilayah-wilayah yang membutuhkan, d) penyelenggaraan program-program tindak lanjut hasil penelitian, tindak lanjut hasil KKN, tindak lanjut hasil kesepakatan, dan tindak lanjut lainnya yang melibatkan pihak ke tiga.


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 7 ayat (1)&(2):
Pasal 7 ayat (1):
Perguruan Tinggi sebagai salah satu unsur kelembagaan dalam Sistem Nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berfungsi membentuk Sumber Daya Manusia IPTEK.
Pasal 7 ayat (2):
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perguruan  Tinggi bertanggung jawab meningkatkan kemampuan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian pada masyarakat sesuai dengan kemajuan IPTEK.









BAB VI
KEWAJIBAN PT MEMBEKALI LULUSAN DENGAN  KOMPETENSI SESUAI KKNI DAN BEKERJA SAMA DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT PROFESI
DAN SERTIFIKAT KOMPETENSI
                                                                                 
Sebagaimana diatur dalam pasal 1 Perpres nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), KKNI merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyeratakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan, bidang pelatihan kerja dan pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.  Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa: a) Kerangka Kualifikasi Nasional merupakan  penjenjangan capaian pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor; b) Kerangka Kualifikasi Nasional tersebut menjadi acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi.
Pada pasal 5 Perpres nomor 8 tahun 2012 menyatakan bahwa KKNI terdiri dari 9 (sembilan) jenjang yang masing-masing dapat diperoleh melalui tahapan pendidikan sbb.:
Lulusan Pendidikan Dasar           setara dengan jenjang 1;
Lulusan Pendidikan Menengah    paling rendah setara dengan jenjang 2;
Lulusan Dilpoma-I                         paling rendah setara dengan jenjang 3;
Lulusan Dilpoma-II                        paling rendah setara dengan jenjang 4;
Lulusan Dilpoma-III                       paling rendah setara dengan jenjang 5;
Lulusan Diploma IV atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6;
Lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara dengan jenjang 8;
Lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9;
Lulusan Pendidikan Profesi          setara dengan jenjang 7 atau 8;
Lulusan Pendidikan Spesialis      setara dengan jenjang 8 atau 9.
Sedangkan pengelompokan jabatan dari masing-masing jenjang diatur pada pasal 2, yaitu:
Jenjang 1 s.d 3                 dikelompokkan dalam jabatan Operator;
Jenjang 4 s.d 6                 dikelompokkan dalam jabatan Teknisi atau Analis;
Jenjang 7 s.d 9                 dikelompokkan dalam jabatan Ahli.
Sebagai bentuk pengakuan kompetensi lulusan dan pengakuan untuk melakukan praktik profesi, maka PT bekerja sama dengan Instansi/Organisasi terkait menerbitkan Sertifikat Profesi dan Sertifikat Kompetensi.
Terkait dengan penerbitan Sertifikat Profesi, Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada pasal 43 mengamanatkan bahwa dalam menerbitkan Sertifikat Profesi, PT bekerja sama dengan kementerian, kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab terhadap mutu layanan profesi, dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Sertifikat Profesi merupakan pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh PT bekerja sama dengan kementerian, kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab terhadap mutu layanan profesi, dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang terkait dengan penerbitan Sertifikat Kompetensi, pasal 44 Undang Undang nomor 12 tahun 2012 mengamanatkan bahwa dalam menerbitkan Sertifikat Kompetensi, PT bekerja sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi, dan diberikan kepada lulusan yang lulus uji kompetensi.   Sertifikat Kompetensi merupakan pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya.  Sertifikat Kompetensi dapat digunakan sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan tertentu.
Untuk mengimplementasikan KKNI pada bidang Pendidikan Tinggi maka diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 73 tahun 2013 tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi. Pasal 2 ayat (1) Permendikbud tersebut menyatakan bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bidang pendidikan tinggi merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan capaian pembelajaran dari jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan/atau pengalaman kerja ke dalam jenis dan jenjang pendidikan tinggi.  Selanjutnya pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa pengakuan  atas  capaian  pembelajaran  seseorang  yang  diperoleh  dari pengalaman  kerja,  pendidikan  nonformal,  atau  pendidikan  informal  ke dalam sektor pendidikan formal dilakukan melalui mekanisme Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Sedangkan kriteria Penyelenggara (Program Studi) yang berwenang melaksanakan RPL diatur pada pasal 5 ayat (1), yaitu: a) program  studi  telah  2  (dua)  kali  secara  berturutan  dan  pada  saat pengusulan masih terakreditasi B dari badan akreditasi nasional yang berwenang atau badan akreditasi internasional yang setara; b) lulusan terserap di dunia kerja atau berwirausaha berdasarkan studi pelacakan selama 3 (tiga) tahun secara berturutan; c) memperoleh surat dukungan dari asosiasi profesi atau asosiasi industri yang memiliki badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan  dan  telah  beroperasi  paling  sedikit  5  (lima)  tahun  untuk bidang keahlian yang sesuai dengan program studi; dan d) lolos uji portofolio perencanaan penyelenggaraan RPL yang dilakukan oleh tim pakar yang ditugaskan oleh Direktur Jenderal.
Dari pengaturan mengenai KKNI, penerbitan sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi tersebut dapat dilihat betapa pentingnya setiap Perguruan Tinggi melakukan langkah-langkah antisipasi dengan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan sumber dayanya agar lulusan yang dihasilkan memiliki kualifikasi yang sesuai atau melebihi kualifikasi yang dibutuhkan para pengguna.    


Bunyi Undang Undang nomor 12 tahun 2012 pasal 29 ayat (1)&(2); pasal 43 ayat (1)&(2); pasal 44 ayat (1),(2)&(3) :
Pasal 29 ayat (1):
Kerangka Kualifikasi Nasional merupakan penjenjangan capaian pembelajaran    yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau  pengalaman  kerja  dalam rangka  pengakuan  kompetensi kerja sesuai  dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor.
Pasal 29 ayat (2):
Kerangka Kualifikasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi.
Pasal 43 ayat (1):
Sertifikat  profesi  merupakan   pengakuan   untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan  profesi  yang  diselenggarakan  oleh Perguruan Tinggi   bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian  lain,  LPNK, dan/atau  organisasi profesi yang bertanggung jawab atas  mutu  layanan profesi, dan/atau    badan   lain   sesuai   dengan   ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43 ayat (2):
Sertifikat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Perguruan Tinggi  bersama dengan Kementerian,  Kementerian  lain,  LPNK, dan/atau organisasi  profesi yang bertanggung  jawab terhadap mutu  layanan  profesi, dan/atau  badan  lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44 ayat (1):
Sertifikat    kompetensi    merupakan     pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya.
Pasal 44 ayat (2):
Serifikat  kompetensi  sebagaimana   dimaksud   pada ayat  (1)   diterbitkan  oleh  Perguruan  Tinggi    bekerja sama  dengan  organisasi  profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada lulusan yang lulus uji kompetensi.
Pasal 44 ayat (3):
Sertifikat  kompetensi  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (2)  dapat digunakan sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan tertentu.


Bunyi Perpres nomor  8   tahun  2012  pasal 1 angka 1; pasal 2 ayat (1),(2)&(3); pasal 5:
Pasal  1 angka 1:
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyeratakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Pasal 2  ayat  (1):
KKNI terdiri atas 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari jenjang 1 (satu) sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 (sembilan) sebagai jenjang tertinggi;
Pasal 2  ayat  (2):
Jenjang Kualifikasi KKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.      Jenjang 1 sampai dengan jenjang 3 dikelompokkan dalam jabatan operator;
b.     Jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis;
c.      Jenjang 7 sampai dengan jenjang 9 dikelompokkan dalam jabatan ahli;
Pasal 2 ayat (3):
Setiap jenjang kualifikasi pada KKNI mencakup nilai-nilai sesuai deskripsi umum sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden ini.
Pasal 5:
Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:
a.      Lulusan Pendidikan Dasar setara dengan jenjang 1;
b.      Lulusan Pendidikan Menengah        paling rendah setara dengan jenjang 2;
c.      Lulusan Dilpoma-I                             paling rendah setara dengan jenjang 3;
d.      Lulusan Dilpoma-II                            paling rendah setara dengan jenjang 4;
e.      Lulusan Dilpoma-III                           paling rendah setara dengan jenjang 5;
f.       Lulusan Diploma IV atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6;
g.      Lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara dengan jenjang 8;
h.      Lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9;
i.       Lulusan Pendidikan Profesi              setara dengan jenjang 7 atau 8;
j.       Lulusan Pendidikan Spesialis           setara dengan jenjang 8 atau 9.


Bunyi Permendikbud nomor  73 tahun 2013 pasal 2 ayat (1);  pasal 4  ayat  (1):
Pasal  2 ayat (1):
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bidang pendidikan tinggi merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan capaian pembelajaran dari jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal dan/atau pengalaman kerja ke dalam jenis dan jenjang pendidikan tinggi.
Pasal  4 ayat (1):
Pengakuan  atas  capaian  pembelajaran  seseorang  yang  diperoleh  dari pengalaman  kerja,  pendidikan  nonformal,  atau  pendidikan  informal  ke dalam sektor pendidikan formal dilakukan melalui mekanisme Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
Pasal 5 ayat (1):
Kriteria   penyelenggara   yang   berwenang   melaksanakan   RPL   untuk memfasilitasi pembelajaran sepanjang hayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a:
a.  program  studi  telah  2  (dua)  kali  secara  berturutan  dan  pada  saat pengusulan masih terakreditasi B dari badan akreditasi nasional yang berwenang atau badan akreditasi internasional yang setara;
b.  lulusan terserap di dunia kerja atau berwirausaha berdasarkan studi pelacakan selama 3 (tiga) tahun secara berturutan;
c.   memperoleh surat dukungan dari asosiasi profesi atau asosiasi industri yang memiliki badan hukum sesuai dengan peraturan perundang- undangan  dan  telah  beroperasi  paling  sedikit  5  (lima)  tahun  untuk bidang keahlian yang sesuai dengan program studi; dan
d.  lolos uji portofolio perencanaan penyelenggaraan RPL yang dilakukan oleh tim pakar yang ditugaskan oleh Direktur Jenderal.


























BAB VII

KEWAJIBAN PT DAN LEMBAGA LITBANG MENYEBARLUASKAN INFORMASI HASIL KEGIATAN LITBANG & KEKAYAAN INTELEKTUAL


Kewajiban ini diamanatkan oleh Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 13 ayat (2), yang menyatakan bahwa PT dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan penyebaran informasi hasil-hasil kegiatan litbang dan kekayaan intelektual (KI) yang dimiliki selama tidak mengurangi kepentingan perlindungan KI.
Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada pasal 46 ayat (2) nengamanatkan bahwa: hasil penelitian (di PT) wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau dipatenkan oleh PT, kecuali hasil penelitian yang bersifat rahasia, mengganggu dan/atau membahayakan kepentingan umum.
Penyebarluasan informasi hasil-hasil Litbang dan KI tersebut dimaksudkan agar investasi yang dikeluarkan bagi kegiatan litbang dapat bernilai guna, karena pihak-pihak lain berkesempatan memanfaatkan dan mengembangkan lebih lanjut atas KI & hasil-hasil litbang tersebut.  Secara lebih rinci pasal 46 ayat (1) Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tersebut menegaskan bahwa hasil penelitian bermanfaat untuk: a) pengayaan  Ilmu Pengetahuan  dan  Teknologi serta pembelajaran; b) peningkatan mutu Perguruan Tinggi  dan kemajuan peradaban bangsa; c) peningkatan   kemandirian,  kemajuan,   dan   daya saing bangsa; d) pemenuhan   kebutuhan   strategis   pembangunan nasional; dan e) perubahan       Masyarakat      Indonesia      menjadi Masyarakat berbasis pengetahuan
Dengan banyak dan bervariasinya media penyebarluasan informasi hasil kegiatan litbang dan kekayaan intelektual dewasa ini, baik yang berbentuk publikasi-publikasi maupun yang bersifat perlindungan hukum atas HKI serta komersialisasinya, kiranya hal tersebut menjadi peluang bagi PT dan Lembaga Litbang untuk memanfaatkannya.


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002  pasal 13  ayat (2):
Pasal  13 ayat (2):
Perguruan  tinggi  dan  lembaga  litbang  wajib  mengusahakan  penyebaran informasi hasil-hasil kegiatan penelitian dan pengembangan serta kekayaan intelektual yang dimiliki selama tidak mengurangi kepentingan perlindungan kekayaan intelektual.




Bunyi Undang Undang nomor 12 tahun 2012  pasal 46  ayat (1),(2)&(3):
Pasal  46  ayat (1):
Hasil Penelitian bermanfaat untuk:
a. pengayaan  Ilmu Pengetahuan  dan  Teknologi serta pembelajaran;
b. peningkatan mutu Perguruan Tinggi  dan kemajuan peradaban bangsa;
c. peningkatan   kemandirian,  kemajuan,   dan   daya saing bangsa;
d. pemenuhan   kebutuhan   strategis   pembangunan nasional; dan
e. perubahan Masyarakat  Indonesia menjadi Masyarakat berbasis pengetahuan.
Pasal  46  ayat (2):
Hasil Penelitian wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau dipatenkan oleh Perguruan  Tinggi, kecuali  hasil  Penelitian yang bersifat  rahasia,   mengganggu, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
Pasal  46  ayat (3):
Hasil Penelitian  Sivitas  Akademika  yang  diterbitkan dalam jurnal  internasional,  memperoleh paten  yang dimanfaatkan  oleh industri,  teknologi tepat guna, dan/atau   buku   yang  digunakan   sebagai  sumber belajar  dapat  diberi anugerah  yang bermakna  oleh Pemerintah.























BAB VIII
KEWAJIBAN PT MENGGALANG KERJA SAMA DALAM BIDANG PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada pasal 48 ayat (1) s.d ayat (4) mengamanatkan bahwa: a) PT berperan aktif menggalang kerja sama antar PT dan antar PT dengan dunia usaha, dunia industri, dan masyarakat dalam bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;  b) pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendayagunakan PT sebagai pusat penelitian atau pengembangan IPTEK;  c) PT dapat mendayagunakan fasilitas penelitian di kementerian lain dan/aatau LPNK;  d) pemerintah mem-fasilitasi kerja sama dan kemitraan antar PT dan antara PT dengan dunia usaha dan  dunia industri dalam bidang penelitian.
Amanat tersebut menunjukkan bahwa semua unsur kelembagaan IPTEK terutama PT benar-benar didorong agar PT dapat berperan optimal dalam perwujudan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, penelitian dan pengembangan IPTEK, serta kemitraan-kemitraan dalam bidang penelitian dari semua unsur kelembagaan IPTEK.  Hal tersebut tentu merupakan peluang yang terbuka lebar bagi PT untuk dapat memberikan perannya, namun sekaligus juga menjadi tantangan yang menuntut kesiapan PT untuk menghadapinya. Dalam hal ini PT dituntut untuk memastikan bahwa semua pihak yang melakukan kemitraan dengan PT terutama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Dunia Industri, dan Masyarakat dapat menerima manfaat dan sekaligus memberikan peran/kontribusinya bagi kepentingan yang lebih luas.
Sedangkan dalam rangka kerja sama dengan luar negeri, Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 17 ayat (1) s.d ayat (4) menegaskan bahwa semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengusahakan kerja sama internasional untuk meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan partisipasi  dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional atas dasar persamaan kedudukan, saling menguntungkan, tidak merugikan kepentingan nasional, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.





Bunyi Undang Undang nomor  12  tahun  2012  pasal 48 ayat (1),(2),(3),&(4):
Pasal  48 ayat (1):
Perguruan  Tinggi    berperan  aktif   menggalang  kerja sama antar Perguruan Tinggi   dan antara Perguruan Tinggi  dengan dunia usaha, dunia industri, dan Masyarakat dalam bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Pasal  48 ayat (2):
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan  Masyarakat mendayagunakan Perguruan Tinggi  sebagai pusat Penelitian atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pasal  48 ayat (3):
Perguruan  Tinggi    dapat  mendayagunakan  fasilitas Penelitian di Kementerian lain dan/atau LPNK.
Pasal  48 ayat (4):
  Pemerintah memfasilitasi kerja sama dan kemitraan antar  Perguruan  Tinggi dan antara  Perguruan  Tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri dalam bidang Penelitian.

Bunyi Undang Undang nomor  18  tahun  2002  pasal 17 ayat (1),(2),(3),&(4):
Pasal 17 ayat (1):
Kerja sama internasional dapat diusahakan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan   partisipasi  dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional.
Pasal 17 ayat (2):
Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilaksanakan atas dasar persamaan kedudukan yang saling menguntungkan dengan tidak merugikan kepentingan nasional, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17 ayat (3):
Pemerintah bertanggung jawab memberikan dukungan bagi perguruan tinggi dan lembaga litbang dalam rangka kerja sama internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 17 ayat (4):
Perguruan tinggi asing, lembaga litbang asing, badan usaha asing, dan orang asing yang tidak berdomisili  di  Indonesia  yang  akan  melakukan  kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia harus mendapatkan izin tertulis dari instansi pemerintah yang berwenang.











BAB IX

KEWAJIBAN PT DAN LEMBAGA LITBANG MENGUSAHAKAN PEMBENTUKAN “SENTRA HKI”


Amanat bagi PT dan LembagaLitbang untuk membentuk Sentra HKI ini tercantum dalam Undang Undang  nomor  18 tahun 2002 pasal 13 ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam meningkatkan pengelolaan Kekayaan Intelektual, PT dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan pembentukan “Sentra HKI” sesuai kapasitas dan kemampuannya.  Sentra HKI” pada dasarnya merupakan Unit Kerja yang berfungsi melakukan pengelolaan dan pendayagunaan KI, membantu pengembangan prosedur dan kebijakan KI, sekaligus sebagai pusat informasi dan pelayanan HKI di lingkungan PT tersebut.
Dengan membentuk Sentra HKI, maka diharapkan PT dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan HKI yang dihasilkan secara lebih baik, terarah dan  berkesinambungan.   Apabila  PT atau Lembaga Litbang yang belum menghasilkan HKI atau HKI yang dihasilkan belum banyak, maka dengan pelembagaan layanan HKI melalui pembentukan Sentra HKI ini justru akan menjadi inisiator dan fasilitator agar potensi-potensi HKI yang diharapkan muncul dari kegiatan penelitian dapat digali dan ditindaklanjuti dengan pemberian konsultasi, pelatihan dan pendampingan dalam rangka pemerolehan HKI.   Dengan Sentra HKI pula PT akan dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan HKI setelah diperolehnya HKI seperti tahap persiapan komersialisasi, tahap komersialisasi, maupun pelestarian dan pengembangannya.  Pada pasal 13 ayat (4) Undang Undang nomor 18 tahun 2002 tersebut ditegaskan tentang kewajiban PT, lembaga litbang dan badan usaha untuk mengelola dan memanfaatkan setiap kekayaan intelektual dan hasil kegiatan litbang, perekayasaan dan inovasi yang dibiayai oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. 
    

Bunyi Undang Undang nomor 18  tahun 2002  pasal  13  ayat (3)&(4):
Pasal  13  ayat (3):
Dalam meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual, perguruan tinggi dan lembaga  litbang  wajib  mengusahakan  pembentukan  sentra  HKI  sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Pasal  13  ayat (4):
Setiap kekayaan intelektual dan hasil kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan, dan inovasi yang dibiayai pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh perguruan tinggi, lembaga litbang, dan badan usaha yang melaksanakannya.

BAB X

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN HKI BAGI PERGURUAN TINGGI DAN LEMBAGA LITBANG


A.   Peranan HKI dalam Pereknomian

Gambaran tentang besarnya peran HKI dalam Perekonomian suatu negara atau bahkan perekonomian dunia diungkapkan dengan sebuah kalimat sederhana “Kekayaan Intelektual telah berubah dari bidang hukum dan bisnis yang sepi menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi teknologi tinggi”. Kalimat tersebut tercantum pada bagian Pendahuluan buku Pedoman Pengembangan Kebijakan Kekayaan Intelektual bagi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang (Alih bahasa, WIPO, Jeneva), yang dikutip dari New York Times, 5 April 1999.
Hal di atas kiranya tidak berlebihan, yang dibuktikan dengan betapa ekonomi negara-negara maju begitu mengungguli negara-negara sedang berkembang, yang salah satu pendorongnya adalah keberhasilan berbagai negara tersebut dalam menguasai berbagai HKI & mengkomersialisasikannya ke negara-negara lain. 
Oleh karena itu keberadaan PT dan Lembaga Litbang sangat diharapkan mampu berperan sebagai fasilitator, inisiator dan ‘prosesor’ bagi bermunculan/lahirnya HKI-HKI pada suatu negara, yang didukung dengan keterlibatan/peran badan usaha dan berbagai lembaga penunjang lainnya.

B.   Pengembangan Kebijakan HKI bagi PT dan Lembaga Litbang

Pada Pengantar buku Pedoman Pengembangan Kebijakan Kekayaan Intelektual bagi Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang (Alih bahasa, WIPO, Jeneva), Dirjen HKI Departemen Hukum dan HAM saat itu, Kamil Idris menegaskan perlunya PT dan Lembaga Litbang melakukan peran/fungsinya dalam pengelolaan/penanganan, perancangan, dan pengembangan kebijakan kekayaan intelektual agar dapat mengenal dan mengelola secara tepat kekayaan intelektual yang timbul dari penelitian dan karya-karya akademis lainnya yang dihasilkannya, sehingga tercipta kerjasama yang baik antara PT dan Lembaga Litbang, serta industri secara keseluruhan, yang merupakan fondasi bagi pembangunan ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan. 
Agar dapat menjalankan peran tersebut, PT dan Lembaga Litbang perlu melakukan pengembangan kebijakan kekayaan intelektualnya secara komprehensif dan merupakan satu kesatuan yang utuh (terintegrasi).  Selanjutnya perlu menentukan jenis-jenis kekayaan intelektual yang akan dikembangkan sesuai dengan arah kegiatan litbang yang ditetapkan dan kondisi obyektif masing-masing. 
Adapun jenis-jenis HKI yang dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam kebijakan kekayaan intelektual antara lain: hak cipta, paten, paten sederhana, desain industri, indikasi geografis, merek dagang, varietas baru tanaman, rahasia dagang. 

C.   Jenis-jenis HKI dan Payung Hukum (Pengaturan)-nya

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 1 angka 1 Undang Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta). Sedangkan Hak Kekayaan Industri setidaknya meliputi: Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,  Rahasia Dagang, Varietas Tanaman.
Selain 2 (dua) kategori HKI tersebut dikenal juga Kekayaan Intelektual yang berupa Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, namun sampai saat ini tampaknya belum berhasil diterbitkan payung hukum pengaturannya. Di dalam draft RUU “Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional” (sumber: Website: djpp.depkumham.go.id) disebutkan pengertian kedua jenis kekayaan intelektual tersebut. Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat. Ekspresi  Budaya  Tradisional  adalah karya intelektual  dalam  bidang seni, termasuk ekspresi   sastra   yang  mengandung   unsur  karakteristik   warisan   tradisional   yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat lokal atau masyarakat adat.
Adapun payung hukum atau pengaturan masing-masing jenis HKI (hak cipta, paten, paten sederhana, merek, rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, perlindungan varietas tanaman, indikasi-geografis dan indikasi-lokal),  dapat disajikan pada tabel berikut:



TABEL: JENIS-JENIS HKI DAN PAYUNG HUKUM (PENGATURAN)-NYA

No.

Jenis HKI
Dasar/Payung Hukum (Pengaturan)-nya
Sebelumnya
Sebelumnya
Saat ini
1
Hak Cipta
-UU no.6 th 1982 tentang Hak Cipta;
-UU no.7 th 1987 (Perubahan UU no.6 th 1982);
-UU no.12 th 1997 (Perubahan UU no.6 th 1982)
UU no.19 th 2002 tentang Hak Cipta (mencabut UU no.6 th 1982)
UU no.28 th 2014 tentang Hak Cipta (mencabut UU no.19 th 2002)
2
Paten

-UU no.6 th 1989 tentang Paten;
-UU no.13 th 1997 tentang Perubahan UU no.6 th 1989.
UU no. 14 th 2001 tentang Paten (mencabut UU no.6 th 1989)
3
Paten Sederhana

-UU no.6 th 1989 tentang Paten;
-UU no.13 th 1997 tentang Perubahan UU no.6 th 1989.
UU no. 14 th 2001 tentang Paten (mencabut UU no.6 th 1989)
4
Merek

-UU no.19 th 1992 tentang Merek;
-UU no.14 th1997 (Perub UU no.19 th 1992)
UU no.15 th 2001 tentang Merek (mencabut UU no.19 th 1992)
5
Rahasia Dagang


UU no. 30 th 2000 tentang Rahasia Dagang
6
Desain Industri

Pasal 17 UU no.5 th 1984 tentang Perindustrian
UU no. 31 th 2000 tentang Desain Industri
7
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu


UU no. 32 th 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
8
Perlindungan Varietas Tanaman


UU no. 29 th 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
9
Indikasi- Geografis & Indikasi-Asal

UU no.15 th 2001 tentang Merek (mencabut UU no.19 th 1992)
UU 20 th 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (mencabut UU no.15 th 2001)
10
Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional


(masih draft RUU)

Dengan pengembangan kebijakan kekayaan intelektual yang kondusif dan berkelanjutan khususnya di lingkungan Perguruan Tinggi maka diharapkan dapat melahirkan HKI-HKI serta melakukan pengeloaan dan perlindungan dengan baik, yang pada gilirannya akan dapat dirasakan manfaatnya terutama oleh pihak-pihak yang terkait mulai  Inventor/Penemu/Pencipta HKI, Dunia Usaha (Perusahaan), Pemegang HKI, dan  Pemerintah, maupun Masyarakat umum.


BAB XI

KEWAJIBAN PT DAN LEMBAGA LITBANG MENGUSAHAKAN ALIH TEKNOLOGI KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL LITBANG


Pasal 16 ayat (1) Undang Undang nomor 18 tahun 2002 antara lain menyatakan bahwa PT dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual dan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan kepada badan usaha, pemerintah, atau masyarakat. Menurut undang undang tersebut, alih teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai IPTEK antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal ari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya. Sedangkan kekayaan intelektual merupakan kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia melalui daya cipta, rasa dan karsanya yang dapat berupa karya karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
 Kewajiban melakukan alih teknologi tersebut selanjutnya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 20 tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual dan Hasil Kegiatan Litbang oleh PT dan Lembaga Litbang, yang pada pasal 20 s.d  31  dinyatakan bahwa alih teknologi tersebut dapat dilaksanakan dengan mekanisme:
a.  Lisensi, yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak kekayaan intelektual kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu hak yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu;
b.   Kerjasama, yaitu cara mengalihkan teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan litbang berdasarkan dua atau lebih pihak untuk secara bersama-sama meningkatkan penggunaan, pemanfaatan dan/atau pengembangan kekayaan intelektual serta hasil kegiatan litbang tertentu untuk jangka waktu tertentu;
c.  Pelayanan  Jasa    IPTEK,      yang   dapat dilakukan dalam bentuk: konsultasi, kontrak penelitian dan pengembangan, kontrak kajian, pendidikan dan pelatihan,  dan/atau bentuk-bentuk interaksi lain antara  penyedia dan pengguna jasa IPTEK;
d.  Publikasi, yang dilakukan dengan menyebarluaskan informasi mengenai kekayaan intelektual serta hasil kegiatan litbang, dengan tetap memperhatikan perlindungan hukum ataskekayaan intelektual serta hasil kegiatan itbang.
Sedangkan Alih  teknologi kekayaan  intelektual  serta  hasil  kegiatan  penelitian  dan pengembangan yang merupakan milik bersama Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan pihak  lain  yang  membiayai  sebagian  kegiatan  penelitian  dan pengembangan tersebut, dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang telah diatur sebelumnya antara perguruan tinggi dan lembaga litbang dengan pihak lain yang bersangkutan. Hal ini diatur pada pasal 32 PP nomor 20 tahun 2005 tersebut.
Kewajiban melakukan alih teknologi yang dapat ditempuh dengan berbagai mekanisme tersebut memberi peluang yang luas bagi PT dan Lembaga Litbang untuk semakin berperan dalam memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan perekonomian yang berbasis ilmu pengetahuan menuju kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.  Dengan keterpaduan peran semua unsur kelembagaan IPTEK maka diharapkan upaya percepatan perwujudan tujuan negara tersebut melalui peningkatan peran IPTEK dapat direalisasikan.


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 16 ayat (1)&(2):
Pasal 16 ayat (1):
Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan, yang dibiayai sepenuhnya atau  sebagian  oleh  pemerintah  dan/atau  pemerintah daerah  kepada  badan  usaha,  pemerintah,  atau  masyarakat,  sejauh  tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16 ayat (2):
Apabila sebagian biaya kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibiayai oleh pihak lain, selain pemerintah dan/atau pemerintah           daerah,    pengalihan    teknologi    dilaksanakan    berdasarkan perjanjian yang telah diatur sebelumnya dengan pihak lain tersebut.
Pasal 16 ayat (3):
Perguruan  tinggi  dan  lembaga  litbang  pemerintah  berhak  menggunakan pendapatan yang diperolehnya dari hasil alih teknologi dan/atau pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan diri.



Bunyi Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005 pasal 20 s.d pasal 31:
Pasal 20 :
Alih  teknologi kekayaan  intelektual  serta  hasil  kegiatan  penelitian  dan pengembangan oleh perguruan tnggi dan lembaga litbang dilaksanakan melalui mekanisme :
a.   lisensi;  b.   kerja sama; c. pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau d. publikasi.
Pasal 21 ayat (1) :
Lisensi dilakukan melalui perjanjian lisensi.
Pasal 21 ayat (2) :
Perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagai pemberi lisensi dan penerima  alih  teknologi  kekayaan  intelektual  serta  hasil  kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai penerima lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22 :
Pemberian lisensi oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,  dapat  dilakukan dengan pemberian asistensi teknis, pendidikan dan latihan, serta pelayanan jasa ilmu pengetahuan lain yang  diperlukan  penerima   lisensi  sesuai  dengan  kesepakatan  antara pemberi dan penerima lisensi.
Pasal 23 :
Pemberian lisensi oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang tidak memberikan hak kepada penerima lisensi untuk dapat mengalihkan hak lisensi kepada pihak ketiga.
Pasal 24 :
Pemberian lisensi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25 :
Kerja sama dilakukan melalui perjanjian kerja sama antara pihak perguruan tinggi  dan  lembaga  litbang  dan  pihak  penerima  alih  teknologi  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26 :
Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan atas dasar :
a.   hubungan timbal-balik dengan berprinsip mempertukarkan dan/atau mengintegrasikan sumber daya tertentu untuk mendapatkan keuntungan sinergis; dan
b.   masing-masing  pihak  memiliki  kompetensi  inti  yang  sudah  teruji menjadi faktor sukses kunci.
Pasal 27 :
Pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal
26,  dilakukan  dengan  tetap  memperhatikan  perlindungan  hukum  atas kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan.
Pasal 28 :
Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan untuk kepentingan   dan   kebutuhan pengguna jasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 29 :
Pelayanan  jasa  ilmu  pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dapat dilakukan dalam bentuk:   a. konsultasi;   b. kontrak penelitian dan pengembangan;   c. kontrak kajian;
d. pendidikan dan pelatihan; dan/atau e. bentuk-bentuk interaksi  antara  penyedia  dan  pengguna  jasa  ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 30 :
Publikasi  dilaksanakan  dengan  menyebarluaskan  informasi    mengenai kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan.
Pasal 31 :
Publikasi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 30,  dilaksanakan  dengan tetap memperhatikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan.
Pasal 32:
Alih  teknologi kekayaan  intelektual  serta  hasil  kegiatan  penelitian  dan pengembangan milik bersama Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan pihak  lain  yang  membiayai  sebagian  kegiatan  penelitian  dan pengembangan dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang telah diatur sebelumnya antara perguruan tinggi dan lembaga litbang dengan pihak lain yang bersangkutan.












BAB XII
KEWAJIBAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH MENGALOKASIKAN ANGGARAN BAGI PENINGKATAN LITBANG & IPTEK

Dalam rangka mendorong peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam peningkatan litbang dan  IPTEK, Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 27 ayat (1) menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran sejumlah tertentu yang cukup memadai untuk memacu akselerasi penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan IPTEK.
Hal itu dilanjutkan dalam pasal 27 ayat (3) yang menegaskan kembali bahwa Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, Badan Usaha, Lembaga Penunjang, organisasi masyarakat dan inventor mandiri berhak atas dukungan dana dari anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan penguasaan, pemanfataan dan pemajuan IPTEK sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, sebagaimana diamanatkan oleh pasal 17 ayat (3) Undang Undang nomor 18 tahun 2002, Pemerintah juga memiliki tanggung-jawab untuk memberikan dukungan bagi perguruan tinggi dan lembaga litbang dalam rangka kerja sama internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Amanat tersebut merupakan peluang bagi PT dan Lembaga Litbang untuk dapat lebih memberikan manfaat keberadaannya dan menjadi mitra yang baik bagi Pemerintah,  Pemerintah Daerah, dunia usaha dalam upaya membangun wilayah dan masyarakat.


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 27 ayat (1),(2)&(3); pasal 17 ayat (3):
Pasal 27 ayat (1):
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran sejumlah tertentu yang cukup memadai untuk memacu akselerasi penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan IPTEK.
Pasal 27 ayat (2):
Anggaran yang dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk membiayai pelaksanaan fungsi dan peran pemerintah dan pemerintah daerah sebagai dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), pasal 20 ayat (1), dan pasal 21 ayat (1).
Pasal 27 ayat (3):
Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, badan usaha, lembaga penunjang, organisasi masyarakat dan inventor mandiri berhak atas dukungan dana dari anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan penguasaan, pemanfataan dan pemajuan IPTEK sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17 ayat (3):
Pemerintah bertanggung jawab memberikan dukungan bagi perguruan tinggi dan lembaga litbang dalam rangka kerja sama internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.


BAB XIII
Kewajiban Badan Usaha mengalokasikan sebagian pendapatannya bagi peningkatan perekayasaan, inovasi,  dan difusi teknologi
                                                                                     
Ketentuan yang mendorong Badan Usaha untuk berperan dalam pengembangan dan pemanfaatan IPTEK ini diatur oleh Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 28 ayat (1) dan (2), yang pada dasarnya memerintahkan agar Badan Usaha mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi. 
Dalam pelaksanaannya, alokasi anggaran tersebut dapat digunakan dalam lingkungan mereka sendiri dan dapat pula digunakan untuk membentuk jalinan kemitraan dengan unsur kelembagaan IPTEK.
Amanat tersebut merupakan peluang bagi PT dan Lembaga Litbang untuk dapat lebih memberikan manfaat keberadaannya dan menjadi mitra yang baik bagi Badan Usaha pada semua sektor kegiatan dalam upaya menghasilkan barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat dan negara, sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi kehidupan rakyat.


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002 pasal 28 ayat (1),(2),&(3):
Pasal 28 ayat (1):
Badan usaha mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi dalam meningkatkan kinerja produksi dan daya saing barng dan jasa yang dihasilkan.  
Pasal 28 ayat (2):
Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat digunakan dalam lingkungan sendiri dan dapat pula digunakan untuk membentuk jalinan kemitraan dengan unsur kelembagaan IPTEK. 
Pasal 28 ayat (3):
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebh lanjut dalam Peraturan Pemerintah.









BAB XIV

KETERLIBATAN PT DALAM  PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES, CSR)



Ketentuan ini diatur pada pasal 66 ayat (1) s.d (2) dan secara khusus diatur pada pasal 74 ayat (1) s.d (4) Undang Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 66 ayat (1) dan (2) menegaskan tentang kewajiban Direksi untuk menyampaikan Laporan Tahunan Perseroan di depan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir, di mana salah satu materi yang harus dimuat dalam laporan tahunan tersebut adalah laporan tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan.
Secara khusus tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan diatur di dalam pasal 74 ayat (1) s.d (4), yang menegaskan bahwa: 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 2) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tanggung  Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan tersebut diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Pada pasal 2 s.d pasal 5 antara lain dinyatakan bahwa: a)  setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan; b) tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang Undang, dan dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan Perseroan; c) tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan; d) Rencana kerja tahunan Perseroan tersebut memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan; e) Realisasi anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh Perseroan tersebut diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.
Mengingat anggaran biaya pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan, maka kegiatan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut tidak boleh memberatkan/mengganggu kegiatan operasional /layanan Perseroan, serta tidak menyebabkan pemborosan yang dapat berdampak pada ekonomi biaya tinggi dalam perekonomian. Bahkan yang diharapkan adalah dengan kegiatan tersebut dapat menjadi investasi sosial dan promosi positip bagi Perseroan.
 Selain itu, agar kegiatan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh khalayak sasaran dan masyarakat sekitar maka diperlukan perencanaan yang baik, monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan, serta pengembangan. Dalam rangka perencanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan, serta pengembangan program tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan tersebut PT dapat melibatkan diri (berpartisipasi) sesuai kebutuhan Perseroan secara berkesinambungan. 
Dengan kerja sama (sinergi) tersebut diharapkan program tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan dapat mengarah kepada khalayak sasaran yang tepat/sesuai, berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan/permasalahan khalayak sasaran tersebut, sehingga manfaat keberadaan Perseroan dapat dirasakan oleh khalayak sasaran dan masyarakat sekitar.


Bunyi Undang Undang nomor 40 tahun 2007  pasal 66 ayat (1)&(2); pasal 74 ayat (1),(2),(3),&(4):
Pasal  66 ayat (1):
Direksi   menyampaikan   laporan   tahunan  kepada  RUPS  setelah  ditelaah  oleh  Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
Pasal  66 ayat (2):
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
a)   laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buk u yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;  
b)   laporan mengenai kegiatan Perseroan;  
c)   laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d)   rincian  masalah  yang  timbul  selama  tahun  buku yang mempengaruhi kegiatan usaha
Perseroan; 
e)   laporan  mengenai  tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris
selama tahun buku yang baru lampau;
f)    nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g)      gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Pasal  74 ayat (1):
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Pasal  74 ayat (2):
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Pasal  74 ayat (3) :
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal  74 ayat (4) :
Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  Tanggung  Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.


Bunyi Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2012  pasal 2; pasal 3 ayat (1)&(2);                           pasal 4 ayat (1)&(2); pasal 5 ayat (2) :
Pasal  2 :
Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal  3 ayat (1):
Tanggung jawab  sosial  dan  lingkungan  sebagaimana dimaksud dalam   Pasal   2  menjadi kewajiban   bagi Perseroan yang   menjalankan kegiatan   usahanya di  bidang  dan/atau berkaitan
dengan  sumber  daya  alam berdasarkan Undang-Undang.
Pasal  3 ayat (2):
Kewajiban    sebagaimana    dimaksud    pada    ayat    (1) dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan Perseroan.
Pasal 4 ayat (1):
Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 ayat (2):
Rencana kerja tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 5 ayat (2):
Realisasi anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.











BAB XV

KETERLIBATAN PT/LEMBAGA LITBANG  DALAM  PEMBENTUKAN/KEGIATAN FORUM MASYARAKAT STATISTIK, PENYELENGGARAAN STATISTIK DASAR, STATISTIK SEKTORAL, STATISTIK KHUSUS DAN KEGIATAN STATISTIK LAINNYA


Pada pasal 1 Undang Undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik, diatur pengertian statistik, statistik dasar, statistik sektoral, dan statistik khusus, serta beberapa istilah terkait lainnya sebagai berikut.
·     Statistik adalah data yang diperoleh dengan cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis serta sebagai sistem yang mengatur keterkaitan antar unsur dalampenyelenggaraan statistik.  Sedangkan data adalah informasi yg berupa angka ttg karakteristik (ciri-2 khusus) suatu populasi.
·     Statistik Dasar adalah tindakan yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat, yang memiliki ciri-ciri: lintas sektoral, berskala nasional, makro, dan yang penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab Badan (Badan Pusat Statistik, BPS).
·     Statistik Sektoral adalah statistik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah secara mandiri atau bersama dengan BPS, dan pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang merupakan tugas pokok instansi ybs.
·     Statistik Khusus adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dunia usaha, pendidikan sosial budaya dan kepentingan lain dalam kehidupan masyarakat, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga, organisasi, perorangan, dan atau unsur masyarakat lainnya secara mandiri atau bersama dengan BPS.
·     Sistem Statistik Nasional adalah suatu tatanan yang terdiri atas unsur-unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk totalitas dalam penyelenggaraan statistik.
·     Kegiatan Statistik adalah tindakan yang meliputi upaya penyediaan dan penyebarluasan data, upaya pengembangan ilmu statistik, dan upaya yang mengarah pada berkembangnya Sistem Statistik Nasional.
·     Kompilasi Produk Administrasi adalah cara pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data yang didasarkan pada catatan administrasi yang ada pada pemerintah dan/atau masyarakat.

Berdasarkan Undang Undang nomor 16 tahun 1997 tersebut, PT/Lembaga Litbang dapat melibatkan diri antara lain dalam bentuk sbb.:
1.     Keterlibatan dalam keanggotaan/kegiatan Forum Masyarakat Statistik;
Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang Undang tersebut menyatakan bahwa Pemerintah membentuk Forum Masyarakat Statistik, yang bersifat non struktural dan independen, beranggotakan unsur pemerintah, pakar, praktisi, dan tokoh masyarakat, dan bertugas memberikan saran dan pertimbangan di bidang statistik kepada BPS.
2.     Koordinasi dan Kerjasama Kemitraan dengan BPS pusat dan/atau daerah dalam Penyelenggaraan Statistik Sektoral dan/atau Statistik Khusus;
Pasal 17 ayat (1) dan (2) Undang Undang  tersebut menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan statistik, dan dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan Sistem Statistik Nasional BPS melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi pemerintah dan masyarakat. Tentang penyelenggaraan statistik tersebut diatur lebih lanjut pada pasal 12 (tentang statistik sektoral) dan pasal 13-14 (tentang statistik khusus).   Terkait statistik khusus ini ditentukan bahwa dalam rangka pengembangan Sistem Statistik Nasonal, maka penyelenggara statistik khusus wajib menyampaikan synopsis kegiatan statistik kepada BPS yang memuat: judul, wilayah kegiatan statistik, obyek populasi, jumlah responden, waktu pelaksanaan, metoda statistik, nama & alamat penyelenggara, dan abstrak, (statistik yang hanya untuk kebutuhan intern tidak wajib menyampaikan synopsis).
3.     Memberikan partisipasi/kontribusi dalam kegiatan sensus (sensus penduduk, sensus pertanian, sensus ekonomi) yang diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 10 tahun oleh BPS pusat dan/atau daerah.
Pasal 8 ayat (1) Undang Undang  tersebut menyatakan bahwa sensus diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 10 tahun oleh BPS yang meliputi: sensus penduduk, sensus pertanian, dan sensus ekonomi.
4.     Memberikan partisipasi/kontribusi dalam kegiatan survai antar sensus dan survai lainnya yang diselenggarakan secara berkala dan sewaktu-waktu oleh BPS pusat dan/atau daerah.
Pasal 9 ayat (1)-(2) Undang Undang tersebut menyatakan bahwa survai diselenggarakan secara berkala dan sewaktu-waktu untuk memperoleh data yang rinci, sedangkan survai antar sensus dilakukan pada pertengahan dua sensus sejenis untuk menjembatani dua sensus tersebut.
5.     Memberikan partisipasi/kontribusi dalam kegiatan-kegiatan statistik lainnya yang diselenggarakan oleh BPS pusat dan/atau daerah, baik pada tahapan penyediaan data maupun peyebarluasannya, misalnya pada pelaksanaan/penyusunan kompilasi produk administrasi.
Pasal 10 ayat (1) Undang Undang tersebut menyatakan bahwa kompilasi produk administrasi dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai dokumen produk administrasi.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 1999 tentang  Penyelenggaraan Statistik khususnya pasal 58 s.d 67, PT dapat bekerja sama dengan BPS antara lain dalam rangka pembinaan statistik yang meliputi upaya-upaya sebagai berikut:
(1)     Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan  statistik, melalui: pendidikan formal; pelatihan, seminar, lokakarya dan pertemuan ilmiah statistik; peningkatan kerjasama pendidikan dan pelatihan statistik antar instansi pemerintah dan atau swasta.
(2)     Pengembangan statistik sebagai ilmu melalui: penelitian dan pengembangan; pengadaan dan penyebaran media ilmiah statistik; peningkatan dan pengembangan profesi;  peningkatan   penerapan   ilmu   statistik   melalui   pelatihan,   seminar, lokakarya, dan atau pertemuan ilmiah lainnya;  pengadaan bahan rujukan tentang ilmu statistik;  peningkatan  kerjasama  pengembangan  statistik  sebagai  ilmu  antar instansi pemerintah dan atau swasta.
(3)     Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mendukung penyelenggaraan statistik melalui: penerapan dan pengembangan jaringan informasi statistik; penerapan dan pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak komputer; penerapan dan pengembangan penginderaan jarak jauh; peningkatan kerjasama pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung kegiatan statistik;
(4)     Perwujudan kondisi yang mendukung terbentuknya pembakuan dan pengembangan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran dalam kerangka semangat kerjasama dengan para penyelenggara kegiatan statistik lainnya melalui: pengkajian, evaluasi, dan penerapan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran; pembakuan   dan   penyebarluasan   konsep,   definisi,   klasifikasi,   dan ukuran-ukuran yang dibakukan; peningkatan kerjasama pengembangan dan penerapan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran yang dibakukan antar instansi pemerintah dan atau swasta. 
(5)     Pengembangan sistem informasi statistik melalui:  peningkatan keterpaduan penyusunan jaringan sistem informasi statistik; peningkatan komunikasi sistem informasi statistik antar penyelenggara kegiatan statistik; peningkatan hubungan  sistem  jaringan  antar  penyelenggara  kegiatan statistik.
(6)     Peningkatan penyebarluasan informasi statistik melalui: peningkatan  mutu  dan  frekuensi  penyebarluasan  informasi  statistik melalui berbagai media cetak dan elektronik;  penganekaragaman bentuk dan cara penyajian data sesuai dengan penggolongan pengguna statistik;  peningkatan kemudahan dalam memperoleh data hasil kegiatan statistik; peningkatan kerjasama penyebarluasan informasi hasil kegiatan statistik antar instansi pemerintah dan atau swasta.
(7)     Peningkatan kemampuan penggunaan dan pemanfaatan hasil statistik untuk mendukung pembangunan nasional, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan arti dan kegunaan statistik, melalui:  peningkatan penyuluhan tentang  pemanfaatan  hasil  statistik  secara berkala; peningkatan penyebarluasan  hasil  statistik  secara  menyeluruh  atau bertahap;  peningkatan kerjasama  penerangan   dan  pemasyarakatan  kegiatan  statistik antar instansi pemerintah dan atau swasta.



Bunyi Undang Undang nomor 16 tahun 1997 pasal  29 ayat (1)&(2); pasal 17 ayat (1)&(2); pasal 12 ayat (1)s.d(4); pasal 13 ayat (1)&(2); pasal 14 ayat (1)&(2); pasal 8 ayat (1); pasal 9 ayat (1)&(2);   pasal 10 ayat (1)s.d(3) :
Pasal 29 ayat (1):
Pemerintah membentuk Forum Masyarakat Statistik yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan di bidang statistik kepada Badan.
Pasal 29 ayat (2):
Forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat nonstruktural dan independen, yang anggotanya terdiri atas unsur pemerintah, pakar, praktisi, dan tokoh masyarakat.

Pasal 17 ayat (1):
Koordinasi dan kerja sama penyelenggaraan statistik dilakukan oleh Badan dengan instansi pemerintah dan masyarakat, di tingkat pusat dan daerah.
Pasal 17 ayat (2):
Dalam rangka mewujudkan dan mengembangkan Sistem Statistik Nasional, Badan bekerja sama dengan instansi pemerintah dan masyarakat untuk membangun pembakuan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran.
Pasal 12 ayat (1):
Statistik sektoral diselenggarakan oleh instansi pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, secara mandiri atau bersama dengan Badan.
Pasal 12 ayat (2):
Dalam menyelenggarakan statistik sektoral, instansi pemerintah memperoleh data dengan cara: a.    survei;  b. kompilasi produk administrasi; dan  c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 12 ayat (3):
Statistik sektoral harus diselenggarakan bersama dengan Badan apabila statistik tersebut hanya dapat diperoleh dengan cara sensus dan dengan jangkauan populasi berskala nasional.
Pasal 12 ayat (4):
Hasil statistik sektoral yang diselenggarakan sendiri oleh instansi pemerintah wajib diserahkan kepada Badan.
Pasal 13 ayat (1):
Statistik khusus diselenggarakan oleh masyarakat baik lembaga, organisasi, perorangan maupun unsur masyarakat lainnya secara mandiri atau bersama dengan Badan.
Pasal 13 ayat (2):
Dalam menyelenggarakan statistik khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masyarakat memperoleh data dengan cara: a. survei;  b. kompilasi produk administrasi; dan  c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 14 ayat (1):
Dalam rangka pengembangan Sistem Statistik Nasional, masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib memberitahukan sinopsis kegiatan statistik yang telah selesai diselenggarakannya kepada Badan.
Pasal 14  ayat (2):
Sinopsis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat: a. judul;  b. wilayah kegiatan statistik;  c.   objek populasi;  d. jumlah responden;  e. waktu pelaksanaan;  f. metode statistik;  g. nama dan alamat penyelenggara;  dan h. abstrak.
Pasal 8 ayat (1):
Sensus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 10 (sepuluh) tahun oleh Badan, yang meliputi: a. sensus penduduk;  b. sensus pertanian; dan c. sensus ekonomi.
Pasal 9 ayat (1):
Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b diselenggarakan secara berkala dan sewaktu-waktu untuk memperoleh data yang rinci.
Pasal 9 ayat (2):
Survei antar sensus dilakukan pada pertengahan 2 (dua) sensus sejenis untuk menjembatani 2 (dua) sensus tersebut.
Pasal 10 ayat (1):
Kompilasi produk administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai dokumen produk administrasi.
Pasal 10 ayat (2):
Hasil kompilasi produk administrasi milik instansi pemerintah terbuka pemanfaatannya untuk umum, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10 ayat (3):
Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mengetahui dan memanfaatkan hasil kompilasi produk administrasi milik lembaga, organisasi, perorangan, dan atau unsur masyarakat lainnya dengan tetap memperhatikan hak seseorang atau lembaga yang dilindungi undang-undang.



Bunyi Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 1999 pasal 58 ayat (1)&(2); pasal 60:
Pasal 58 ayat (1):
BPS melakukan pembinaan statistik;
Pasal 58 ayat (2):
Dalam melakukan pembinaan statistik, BPS dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swasta, dan atau unsur masyarakat lainnya.
Pasal 60 :
Upaya pembinaan statistik meliputi: a. peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan statistik;  b. pengembangan statistik sebagai ilmu;  c. peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mendukung penyelenggaraan statistik;  d.   perwujudan kondisi yang mendukung terbentuknya pembakuan dan pengembangan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran dalam kerangka semangat kerjasama dengan para penyelenggara kegiatan statistik lainnya;  e. pengembangan sistem informasi statistik;  f. peningkatan penyebarluasan informasi statistik;  g. peningkatan kemampuan penggunaan dan pemanfaatan hasil statistik untuk mendukung pembangunan nasional;  h. peningkatan kesadaran masyarakat akan arti dan kegunaan statistik.





















































BAB XVI

 KETERLIBATAN PT DALAM PEMBENTUKAN/KEANGGOTAAN DEWAN RISET NASIONAL DAN DEWAN RISET DAERAH


Ketentuan ini diatur Undang Undang nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pada pasal 19 ayat (2) [tentang Dewan Riset Nasional] dan pasal 20 ayat (4) [tentang Dewan Riset Daerah].
Pada pasal 18 auat (1) dan (2) ditegaskan bahwa: a) Pemerintah  berfungsi  menumbuhkembangkan  motivasi,  memberikan stimulasi       dan   fasilitas,   serta   menciptakan   iklim   yang   kondusif   bagi perkembangan Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia; b) Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, Pemerintah     wajib merumuskan arah, prioritas utama,   dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang IPTEK yang dituangkan                        sebagai Kebijakan   Strategis   Pembangunan   Nasional  Imu Pengetahuan dan Teknologi.  Guna membantu Menteri dalam  merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang litbang dan penerapan IPTEK itulah pemerintah membentuk Dewan Riset Nasional yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan IPTEK.
Selanjutnya pada pasal 10 ayat (1) dan (2) ditegaskan bahwa: a) Pemerintah Daerah berfungsi menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta   menciptakan   iklim   yang   kondusif   bagi pertumbuhan serta sinergi unsur kelembagaan, sumber daya, dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi di wilayah pemerintahannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan IPTEK; b) Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, Pemerintah Daerah wajib merumuskan prioritas serta kerangka kebijakan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi di daerahnya.   Guna mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan litbang dan penerapan IPTEK, Pemerintah Daerah membentuk Dewan Riset Daerah yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan IPTEK di daerahnya.
Terkait upaya-upaya yang perlu diperhatikan/dilakukan dalam rangka menetapkan prioritas utama dan mengembangkan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pasal 19 ayat (3) mengamanatkan agar Menteri wajib memperhatikan pentingnya upaya-upaya sebagai berikut:
1.       Penguatan penguasaan ilmu-ilmu dasar, ilmu pengetahuan dan teknologi yang strategis, dan peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan yang merupakan tulang punggung perkembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penguatan penguasaan ilmu-ilmu sosial dan budaya yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2.       Penguatan pertumbuhan industri berbasis teknologi untuk meningkatkan kemampuanperekayasaan,    inovasi,    dan    difusi    teknologi    serta memperkuat tarikan pasar bagi hasil kegiatan penelitian dan pengembangan;
3.       Penguatan kemampuan audit teknologi impor yang dikaitkan dengan penguatan Standar Nasional Indonesia untuk melindungi konsumen dan memfasilitasi pertumbuhan industri dalam negeri


Bunyi Undang Undang nomor 18 tahun 2002  pasal  19 ayat (2):
Pasal  19 ayat (2):
Untuk mendukung Menteri dalam merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah membentuk Dewan Riset Nasional yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal  20 ayat (4):
Untuk mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah daerah membentuk Dewan Riset Daerah yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerahnya.













BAB XVII

KETERLIBATAN PT DALAM PEMBENTUKAN/KEGIATAN  BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA, BADAN PROMOSI PARIWISATA DAERAH      DAN GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

                                                                                                                     
Ketentuan ini diatur Undang Undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan,  yaitu pasal 36 s.d 42 (yang mengatur Badan Promosi Pariwisata Indonesia), pasal 43 s.d 49 (yang mengatur Badan Promosi Pariwisata Daerah) dan pasal 50 s.d 51 (yang mengatur Gabungan Industri Pariwisata Indonesia).
Terkait dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia, pasal 36 s.d 42 Undang Undang tersebut mengatur antara lain:
a)    Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) yang merupakan lembaga swasta, bersifat mandiri, dan berkedudukan di ibu kota negara (pasal 36);
b)    Pembentukan BPPI ditetapkan dengan Keputusan Presiden (pasal 36);
c)     Organisasi BPPI terdiri atas unsur penentu kebijakan beranggotakan 9 orang (4 orang wakil asosiasi kepariwisataan, 2 orang wakil asosiasi profesi, 1 orang wakil asosiasi penerbangan dan 2 orang pakar/akademisi) dengan masa jabatan paling lama 4 tahun, dan unsur pelaksana yang dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai kebutuhan dengan masa jabatan paling lama 3 tahun (pasal 37 s.d 40).
d)    BPPI memiliki tugas:
·       meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
·       meningkatkan  kunjungan  wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
·       meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
·       menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara   dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan; dan
·       melakukan  riset  dalam  rangka  pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
e)    BPPI memiliki fungsi sebagai koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah dan sebagai mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah daerah.
f)      Mengenai sumber pembiayaan dan pengelolaan dana BPPI diatur pada pasal 41 s.d 42.


Sedangkan yang terkait Badan Promosi Pariwisata Daerah, pasal 43 s.d 49 Undang Undang tersebut mengatur antara lain:
a)    Pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) yang merupakan lembaga swasta, bersifat mandiri, dan berkedudukan di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota, yang dalam kegiatannya wajib berkoordinasi dengan BPPI (pasal 43);
b)    Pembentukan BPPD ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota (pasal 43);
c)     Organisasi BPPD terdiri atas unsur penentu kebijakan beranggotakan 9 orang (4 orang wakil asosiasi kepariwisataan, 2 orang wakil asosiasi profesi, 1 orang wakil asosiasi penerbangan dan 2 orang pakar/akademisi) dengan masa jabatan paling lama 4 tahun, dan unsur pelaksana yang dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai kebutuhan dengan masa jabatan paling lama 3 tahun (pasal 44 s.d 47).
d)    BPPD memiliki tugas:
·       meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
·       meningkatkan         kunjungan         wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
·       meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
·       menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara   dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai denganketentuan                 peraturan perundang-undangan; dan
·       melakukan  riset  dalam  rangka  pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
e)    BPPD memiliki fungsi sebagai koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah dan mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah daerah.
f)      Mengenai sumber pembiayaan dan pengelolaan dana BPPD diatur pada pasal 48 s.d 49).

Selanjutnya yang terkait dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia, pasal 50 s.d 51 Undang Undang tersebut mengatur antara lain
a)    Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata yang kompetitif,  dibentuk  satu  wadah yang bersifat mandiri dan nirlaba, serta memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, yang dinamakan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia.
b)    Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas: 1) pengusaha pariwisata;  2)  asosiasi usaha pariwisata; 3) asosiasi profesi; dan 4) asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
c)     Gabungan Industri Pariwisata Indonesia berfungsi sebagai  mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta wadah komunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam  penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
d)  Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain:
·     menetapkan    dan    menegakkan  Kode Etik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia;
·     menyalurkan  aspirasi serta memelihara kerukunan                                               dan kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan bidang kepariwisataan;
·     meningkatkan hubungan dan kerja sama antara pengusaha pariwisata Indonesia dan pengusaha pariwisata    luar    negeri    untuk    kepentingan pembangunan kepariwisataan;
·     mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang pariwisata; dan
·     menyelenggarakan  pusat  informasi  usaha  dan menyebarluaskan kebijakan Pemerintah di bidang kepariwisataan.

Bunyi Undang Undang nomor 10 tahun 2009 pasal 36 s.d 42; pasal 43 s.d 49;      ayat     :
Pasal  36 ayat (1):
Pemerintah    memfasilitasi    pembentukan    Badan Promosi Pariwisata Indonesia yang berkedudukan di ibu kota negara.
Pasal  36 ayat (2):
Badan  Promosi  Pariwisata  Indonesia  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
Pasal  36 ayat (3):
Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal  37 :
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal  38 ayat (1):
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:
a.  wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b.  wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c.  wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
d.  pakar/akademisi 2 (dua) orang.
Pasal  40 ayat (1):
Unsur    pelaksana    Badan    Promosi    Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan kebutuhan.
Pasal  41 ayat (1):
Badan  Promosi  Pariwisata  Indonesia  mempunyai tugas:
a.  meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
b.  meningkatkan         kunjungan         wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
c.  meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara   dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan                                       ketentuan  peraturan perundang-undangan; dan
e.  melakukan  riset  dalam  rangka  pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
Pasal  41 ayat (2):
Badan  Promosi  Pariwisata  Indonesia  mempunyai fungsi sebagai:
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah; dan
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal  43 ayat (1):
Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah yang berkedudukan di  ibu kota provinsi dan kabupaten/kota;
Pasal  43 ayat (2):
Badan   Promosi   Pariwisata   Daerah   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri;
Pasal  43 ayat (3):
Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam melaksanakan  kegiatannya wajib berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia;
Pasal  43 ayat (4):
Pembentukan  Badan  Promosi  Pariwisata  Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal  45 ayat (1):
Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:
a.  wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b.  wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c.  wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
d.  pakar/akademisi 2 (dua) orang.
Pasal  47 ayat (1):
Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan dibantu           oleh   beberapa   direktur   sesuai   dengan kebutuhan.
Pasal  48 ayat (1):
Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas:
a.   meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
b.  meningkatkan         kunjungan         wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
c.   meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara   dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan                                       ketentuan                 peraturan perundang-undangan; dan
e.  melakukan  riset  dalam  rangka  pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
Pasal  48 ayat (2):
Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai fungsi sebagai:
a.   koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah; dan
b.   mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal  50 ayat (1):
Untuk   mendukung   pengembangan   dunia   usaha pariwisata  yang  kompetitif,  dibentuk  satu  wadah yang dinamakan   Gabungan   Industri   Pariwisata Indonesia.
Pasal  50 ayat (2):
Keanggotaan  Gabungan  Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas: a. pengusaha pariwisata;  b. asosiasi usaha pariwisata;  c. asosiasi profesi; dan  d. asosiasi  lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
Pasal  50 ayat (3):
Gabungan  Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta wadah komunikasi dan konsultasi para anggotanya      dalam penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
Pasal  50 ayat (4):
Gabungan  Industri  Pariwisata  Indonesia  bersifat mandiri dan dalam melakukan kegiatannya bersifat nirlaba.
Pasal  50 ayat (5):
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain:
a.  menetapkan  dan menegakkan  Kode  Etik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia;
b. menyalurkan  aspirasi serta memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan bidang kepariwisataan;
c.   meningkatkan hubungan dan kerja sama antara pengusaha pariwisata Indonesia dan pengusaha pariwisata luar negeri untuk kepentingan pembangunan kepariwisataan;
d.  mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang pariwisata; dan
e.  menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan kebijakan Pemerintah di bidang kepariwisataan.
Pasal  51 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan  kepengurusan,  dan  kegiatan  Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
























BAB XVIII

KETERLIBATAN PERGURUAN TINGGI DALAM BERBAGAI KEGIATAN LAINNYA

 

 

Selain berbagai kegiatan dan keterlibatan Perguruan Tinggi sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya, sebenarnya masih lebih banyak lagi peluang yang bisa digali dari berbagai amanat peraturan perundang-undangan terutama yang mengatur atau berkaitan dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan dengan segala aspeknya. Hal tersebut karena di dalam proses penyelenggaraannya terdapat kegiatan-kegiatan yang memerlukan keterlibatan Perguruan Tinggi dan/atau Lembaga Litbang baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai peluang kegiatan bagi keterlibatan Perguruan Tinggi dimaksud antara lain sebagai berikut:

·         keterlibatan dalam pemasyarakatan dan pembudayaan perkoperasian yang dapat bekerja sama dengan Dewan Koperasi Indonesia pusat/daerah;

·         keterlibatan dalam pendidikan dan pendampingan  dalam rangka  pembentukan/pengelolaan koperasi sekolah/koperasi madrasah/koperasi mahasiswa/koperasi pemuda/koperasi komunitas lainnya yang dapat bekerja sama dengan Dewan Koperasi Indonesia pusat/daerah;

·         keterlibatan dalam pembinaan/pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah;   

·         keterlibatan dalam kajian akademik pada program/kegiatan legislasi nasional/daerah dalam rangka penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah;

·         keterlibatan dalam penanaman jiwa kebangsaan (nasionalisme) & patriotisme bagi masyarakat  generasi muda;

·         keterlibatan dalam pembinaan/pengembangan kegiatan kepemudaan, keolahragaan, kebudayaan;

·         dan lain-lain. 





DAFTAR  REFERENSI

                                                                                         
1.         Undang Undang Dasar RI 1945.
2.         Undang Undang nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian.==>pasal 17 Desain Industri
3.         Undang Undang nomor 7 tahun 1994  tentang Persetujuan TRIPs.
4.         Undang Undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik.
5.         Undang Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Parktik Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat.
6.         Undang Undang nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
7.         Undang Undang nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
8.         Undang Undang nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri.
9.         Undang Undang nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
10.      Undang Undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten.
11.      Undang Undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek.
12.      Undang Undang nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
13.      Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
14.      Undang Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
15.      Undang Undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
16.      Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
17.      Website: djpp.depkumham.go.id. Draft RUU tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
18.      Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
19.      Undang Undang nomor 28 tahun 2014  tentang Hak Cipta.
20.      Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 1999 tentang  Penyelenggaraan Statistik.
21.      Peraturan Pemerintah nomor  19  tahun 2005  tentang Standar Nasional Pendidikan.
22.      Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual dan Hasil Kegiatan Litbang oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang.
23.      Peraturan Pemerintah nomor  37 tahun 2009 tentang Dosen.
24.      Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
25.      Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
26.      Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor  73 tahun 2013  tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi.
27.      Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor  49 tahun 2014  tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
28.      World Intellectual Property Organization (WIPO) (......), Jeneva. Pedoman Pengembangan Kebijakan Kekayaan Intelektual bagi Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
29.      Klinik Konsultasi HKI Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menegah Departemen Perindustrian (.......), Jakarta.  Panduan Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual.
30.      Eko Baroto dan Indria Samego (2004). Reposisi LIPI – Antara Cita-cita dan Kenyataan.
31.      Sumilir (2005). Diversifikasi Pendapatan sebagai Salah Satu Upaya Menuju UPN “Veteran” Jakarta yang Maju dan Mandiri (Naskah Karya Tulis Ilmiah dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan Badan Penyelenggara UPN “Veteran”  pada Tahun 2005).