Saudaraku, sudah
sepantasnya bila kita ingin melakukan kebaikan atau memberi manfaat pada
orang
lain secara bermakna dalam arti benar2 dirasakan manfaatnya oleh orang
lain/sesama.
Namun, apakah kebaikan2 yang menurut kita sepele atau kecil & sangat mudah melakukannya otomatis tidak/kurang bermakna bagi orang lain? Menurut saya tidak selalu demikian. Selama yang kita lakukan/berikan itu diperlukan orang lain, apalagi banyak orang yang memerlukannya,
Namun, apakah kebaikan2 yang menurut kita sepele atau kecil & sangat mudah melakukannya otomatis tidak/kurang bermakna bagi orang lain? Menurut saya tidak selalu demikian. Selama yang kita lakukan/berikan itu diperlukan orang lain, apalagi banyak orang yang memerlukannya,
--meskipun sangat mudah/ringan kita
lakukan/berikan atau sangat kecil nilainya-- berarti apa yang kita lakukan/berikan itu
bermakna bagi orang lain. Contohnya, ketika seseorang hampir tenggelam di laut,
mungkin sepotong papan kayu lebih bermakna daripada rupiah yang banyak karena yang
diperlukan saat itu adalah bagaimana supaya tidak mati tenggelam. Demikian juga
orang yang hampir mati karena kekurangan darah (atau kehausan), maka yang
diperlukan adalah sumbangan darah yang sesuai dari orang lain (atau segelas air
putih), bukan simbol2 keduniaan. Jadi, yang menentukan bermakna atau tidak apa
yang kita lakukan/berikan bagi orang lain adalah kesesuaian dengan kebutuhan
orang lain tersebut, bukan besar-kecinya nilai materi atau mudah-tidaknya kita
lakukan.
Saudaraku, oleh karena itu, marilah kita belajar segera melakukan kebaikan (perbuatan baik) walaupun kecil, tidak perlu menunggu sampai kita mampu melakukan kebaikan yang besar baru berbuat kebaikan. Bukankah dengan melakukan kebaikan2 kecil itu kita dilatih untuk ikhlas & senang dalam berbuat baik, supaya kita bisa tetap ikhlas & senang melakukannya ketika kita sudah mampu? Bukankah yang kecil2 pun dapat menjadi besar kalau kita lakukan terus-menerus? Lagi pula, siapa yang bisa menjamin kita masih hidup sampai kita mampu melakukan kebaikan besar?
Saudaraku, yang paling berhak menilai kebaikan kita itu besar atau kecil hanyalah Tuhan, bukan manusia. Tuhan Maha Mengetahui isi hati dan kemampuan berbuat baik setiap orang. Jadi Tuhan sangat tahu siapa yang sudah berbuat kebaikan sesuai kemampuannya dan yang belum sesuai, siapa yang berbuat kebaikan dengan keikhlasan hati dan yang dengan niat lain, siapa yang sungguh2 dan yang ber-pura2. Terkait hal itu, marilah kita bertanya pada hati nurani kita, apakah kita telah berbuat kebaikan sesuai dengan kemampuan kita, atau masih kurang, dan apakah hati kita ikhlas & senang dengan perbuatan baik kita? Bila hati nurani kita mengatakan masih kurang, misalnya kita melihat orang yang keampuannya kita nilai di bawah kita ternyata bisa melakukan kebaikan yang melebihi kita kemudian mungkin hati kita ragu2, maka segeralah lakukan kebaikan2 berikutnya dan berikutnya dengan kesadaran, keikhlasan & kesyukuran, bukan karena malu atau takut dikatakan/dinilai pelit oleh orang lain.
Oleh karena itu, marilah kita melatih keikhlasan kita dengan melakukan sebanyak mungkin kebaikan2 kecil yang mudah kita lakukan, selanjutnya kita tingkatkan secara bertahap
Saudaraku, oleh karena itu, marilah kita belajar segera melakukan kebaikan (perbuatan baik) walaupun kecil, tidak perlu menunggu sampai kita mampu melakukan kebaikan yang besar baru berbuat kebaikan. Bukankah dengan melakukan kebaikan2 kecil itu kita dilatih untuk ikhlas & senang dalam berbuat baik, supaya kita bisa tetap ikhlas & senang melakukannya ketika kita sudah mampu? Bukankah yang kecil2 pun dapat menjadi besar kalau kita lakukan terus-menerus? Lagi pula, siapa yang bisa menjamin kita masih hidup sampai kita mampu melakukan kebaikan besar?
Saudaraku, yang paling berhak menilai kebaikan kita itu besar atau kecil hanyalah Tuhan, bukan manusia. Tuhan Maha Mengetahui isi hati dan kemampuan berbuat baik setiap orang. Jadi Tuhan sangat tahu siapa yang sudah berbuat kebaikan sesuai kemampuannya dan yang belum sesuai, siapa yang berbuat kebaikan dengan keikhlasan hati dan yang dengan niat lain, siapa yang sungguh2 dan yang ber-pura2. Terkait hal itu, marilah kita bertanya pada hati nurani kita, apakah kita telah berbuat kebaikan sesuai dengan kemampuan kita, atau masih kurang, dan apakah hati kita ikhlas & senang dengan perbuatan baik kita? Bila hati nurani kita mengatakan masih kurang, misalnya kita melihat orang yang keampuannya kita nilai di bawah kita ternyata bisa melakukan kebaikan yang melebihi kita kemudian mungkin hati kita ragu2, maka segeralah lakukan kebaikan2 berikutnya dan berikutnya dengan kesadaran, keikhlasan & kesyukuran, bukan karena malu atau takut dikatakan/dinilai pelit oleh orang lain.
Oleh karena itu, marilah kita melatih keikhlasan kita dengan melakukan sebanyak mungkin kebaikan2 kecil yang mudah kita lakukan, selanjutnya kita tingkatkan secara bertahap
sesuai kemampuan kita.
Saudaraku, mari kita berdo'a, semoga dari waktu
ke waktu hati kita semakin diisi
dengan keikhlasan & kesyukuran, diri kita
pun semakin dimampukan oleh Tuhan YMK
agar dapat melakukan kebaikan &
memberi manfaat
yang lebih besar bagi sesama, amin... (Sml)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar