Tentang Kami

Foto saya
Kel.Krukut, Kec.Limo, Kota Depok, Prov Jawa Barat, Indonesia
Selalu berusaha ikhlas-sabar-syukur, Pecinta kedamaian&ketulusan, Ingin selalu berbagi & bermanfaat bagi sesama

Sabtu, 30 Desember 2023

MENYONGSONG PEMILU SERENTAK TAHUN 2024: GUNAKAN HAK PILIH SESUAI HATI NURANI

Assalaamu’alaikum wr.wb.

Saudaraku sebangsa, tidak terasa NKRI kita tercinta kembali akan menyelenggarakan pesta demokrasi 5 (lima) tahunan yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2024 yang pemungutan suara untuk pileg dan pilpres akan dilaksanakan hari Rabu, 14 Februari 2024. Pada tanggal tersebut kita (pemilih) akan diberi 5 (lima) macam surat suara untuk kita bawa ke bilik suara yang masing-masing surat harus kita buka dan kita “coblos” sesuai pilihan kita. Kelima surat suara dimaksud adalah: 1) surat suara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden (warna abu-abu); 2) surat suara untuk pemilihan anggota DPR RI (warna kuning); 3) surat suara untuk pemilihan anggota DPD RI (warna merah); 4) surat suara untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi (warna biru); 5) surat suara untuk pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kotamadya (warna hijau). Berdasarkan Peraturan KPU nomor 3 tahun 2022, ringkasan tahapan dan jadwal Pemilu tahun 2024 dapat dilihat pada link berikut: https://jdih.kpu.go.id/data-kabko/tanjabbar/data_berita/Infografis%20Tahapan%20Pemilu%202024%20KPU%20RI.pdf

Selanjutnya insyaAllah akan dilanjutkan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung secara serentak pada tanggal 27 Nopember 2024.

Jika dihitung sejak Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, maka Pemilu tahun 2024 ini merupakan Pemilu ke-13 (tiga belas), tidak termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik Pilkada Provinsi (Pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur) maupun Pilkada Kabupaten (Pemilihan Bupati & Wakil Bupati) dan Pilkada Kotamadya (Walikota & Wakil Walikota). Secara keseluruhan, pemilu-pemilu dimaksud adalah: 1) Pemilu tahun 1955 (Pemiu pertama sedianya akan diselenggarakan tahun 1946, tetapi tertunda karena NKRI yang baru lahir harus bertubi-tubi menghadapi rongrongan dari Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia dan karena situasi politik dalam negeri lainnya); 2) Pemilu tahun 1971; 3) Pemilu tahun 1977; 4) Pemilu tahun 1982; 5) Pemilu tahun 1987; 6) Pemilu tahun 1992; 7) Pemilu tahun 1997; 8) Pemiu tahun 1999; 9) Pemilu tahun 2004; 10) Pemilu tahun 2009; 11) Pemilu tahun 2014; 12) Pemilu tahun 2019; dan insyaAllah 13) Pemilu tahun 2024.

Saudaraku sebangsa, sebagai warga dari NKRI yang sejak berdirinya telah menyatakan diri sebagai negara demokrasi, mari kita pandang bahwa Pemilu adalah sarana/mekanisme pelaksanaan Sistem Demokrasi, guna menentukan siapa (siapa-siapa) wakil rakyat atau pemimpin yang paling dikehendaki/diinginkan oleh sebagian besar rakyat, atau yang diberi mandat/amanah oleh rakyat, atau yang berhak untuk menjadi wakil rakyat atau pemimpin (legitimate), yang dicerminkan oleh jumlah perolehan suara.  Mengingat posisi Pemilu yang amat strategis (yaitu sebagai ajang penentuan siapa-siapa yang berhak menjadi wakil atau pemimpin rakyat), maka Pemilu harus dilaksanakan secara jujur, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada Tuhan YMK.

Saudaraku sebangsa, ketika aturan main yang adil dapat ditegakkan, maka ‘memilih’ di dalam pileg, pilpres maupun pilkada bukanlah memilih antara yang baik dengan yang buruk, melainkan memilih siapa-siapa di antara Saudara-saudara kita yang insyaAllah sama-sama baik (memenuhi kriteria/persyaratan), yang dikehendaki (diberi Amanah) oleh rakyat untuk menjadi wakil atau menjadi pemimpinnya. Semua Calon, baik yang terpilih maupun yang tidak terpilih, semua telah melalui seleksi berdasarkan kriteria-kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati, terlepas dari  kekurangan/keterbatasan & kelebihan pribadi masing-masing. 

Tanpa demokrasi, maka suatu negara akan mengalami kesulitan dalam suksesi kepemimpinannya (menentukan Pemimpinnya), lebih-lebih ketika banyak orang berkeinginan bahkan berebut ingin menjadi Pemimpin. Melalui Pemilu yang adil, yang merupakan sarana pelaksanaan demokrasi maka seluruh (sebagian besar) aspirasi rakyat akan tersalur, kedewasaan politik rakyat akan dilatih, sehingga melalui Pemilu diharapkan dapat dihasilkan Pemimpin yang dikehendaki sebagian besar atau seluruh rakyat, bukan Pemimpin yang hanya dikehendaki sebagian kecil rakyat.

Dengan terjamin/terlindunginya hak politik & kebebasan masyarakat untuk menyampaikan pendapat, aspirasi & kritik kepada Pemerintah, serta membaiknya kedewasaan politik rakyat adalah salah satu hasil non-materi (non-ekonomi) dari proses demokrasi yang penting, karena dapat menghindarkan bangsa & NKRI tercinta ini dari ledakan/bencana politik yang fatal/menghancurkan. Boleh jadi, dalam jangka (sangat) pendek Sistem Demokrasi tidak selalu menghasilkan kesejahteraan ekonomi, tetapi dalam jangka menengah dan jangka panjang saya yakin Sistem Demokrasi yang berkeadilan akan semakin meningkatkan kesejahteraan ekonomi dari waktu ke waktu, karena  Sistem Demokrasi dapat mencegah tindakan-tindakan inkonstitusional, pemaksaan kehendak, perebutan kekuasaan, maupun bencana-bencana politik lainnya yang berakibat 'setback' atau mundur/rusak/hilangnya kembali apa yang sudah dicapai. Boleh jadi, Pemilu tidak selalu menghasilkan Pemimpin yang terbaik, atau tidak sesuai dengan kehendak sebagian kecil rakyat, tetapi pasti menghasilkan Pemimpin yang dikehendaki oleh sebagian besar rakyat.  Ketika Pemimpin memang dikehendaki rakyat, tentu rakyat siap mendukung segala kebijakan Pemimpin yang baik/benar dan mengkritisi kebijakan yang tidak baik/benar.

Saudaraku, Sistem Demokrasi menuntut kedewasaan, keadilan & kejujuran, serta kerja sama, kearifan & kesantunan dari para pelakunya, sehingga ketika terjadi ekses negatif maka ekses negatif itulah yang perlu dicegah/diperbaiki bersama, bukan sistem demokrasinya yang dihapus. Karena jika ekses negatif tsb tidak dicegah/diperbaiki, maka ekses negatif tersebut menjadikan demokrasi bertele-tele, melelahkan, dan dapat menjadi godaan bagi pelaku-pelaku demokrasi yang belum cukup dewasa dan tidak mau repot untuk kembali ke sistem otoriter.  

Saudaraku sebangsa, oleh karena itu, terkait pileg, pilpres dan pilkada tahun 2024 saya menghimbau kepada:

1.  Para penyelenggara pemilu (jajaran KPU & KPU Daerah, Bawaslu & Bawaslu Daerah, dan DKPP), para calon (caleg/capres/cawapres, caleg daerah, dan juga calon kepala daerah/wakil kepala daerah), pengawak partai politik, tim sukses, mari benar-benar kita jaga dan kita tempatkan persatuan&persaudaraan sebangsa dan NKRI kita di atas kepentingan politik sesaat. Ketika menghadapi perbedaan pendapat, sikap, keyakinan, pilihan politik, apalagi SARA dan sejenisnya dengan sesama Saudara kita, mari kita kedepankan semangat persaudaraan, kebersamaan, & keutuhan kita sebagai bangsa. Jika kita tidak rukun & tidak bersatu maka kita semua yang rugi, pihak asinglah yang untung.

2. Para ASN, Prajurit (Anggota TNI), Anggota POLRI, Pejabat Publik, dan Pimpinan Lembaga/organisasi yang menurut sifatnya harus netral…mari kita jaga dan kita pegang teguh netralitas kita dalam pileg, pilpres dan pilkada 2024, serta mari kita tunaikan tugas/fungsi dan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya.

3.   Para calon, dan partai politik pengusung & pendukung yang diberi amanat rakyat, pegang teguhlah amanat rakyat, abdikan diri secara Ikhlas dan total untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat/umat, takutlah pada pertanggungjawaban kepada Allah Swt Tuhan YMK di alam nanti.

4.   Para calon, dan partai politik yang belum memperoleh amanat rakyat, terimalah dengan Ikhlas dan hormatilah hasil pemilu, dukung dan berilah masukan kepada Saudara-saudara kita yang diberi amanat rakyat, tingkatkan pengabdian saudara melalui bidang-bidang atau saluran lain yang dibutuhkan rakyat.

5. Para pemilih di manapun berada, mari kita gunakan hak pilih kita dengan memilih secara bertanggung jawab sesuai dengan hati nurani kita, kita hindari menerima ‘suap’ dari para calon atau partai politik, serta kita membantu melaporkan kepada panwaslu atau bawaslu ketika melihat kecurangan/penyimpangan dalam proses pemilu.

6.   Segenap warga negara NKRI, mari kita jaga ikatan persaudaraan kita sebagai bangsa Indonesia & sebagai warga NKRI yang telah dibentuk dengan susah payah dan diwariskan oleh para pendahulu & pendiri bangsa ini, dengan saling menghormati, saling menghargai, saling memberi kesempatan, saling santun, saling bantu, & tidak saling menyakiti/mengganggu. 

Saudaraku sebangsa, akhirnya mari kita berupaya dan berdo’a semoga demokrasi kita makin matang, makin mengokohkan persatuan dan persaudaraan sebangsa dan mampu mengantarkan pada keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, Aamiin YRA…

Wassalaamu’alaikum wr.wb.

(Ragil’2023)

Sabtu, 26 Agustus 2023

KEADILAN dan KEMAKMURAN: Mana yang Didahulukan?

Assalaamu'alaikum wr.wb.

Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan  Pencanangan Cita-cita Masyarakat Adil & Makmur

Saudaraku se-Bangsa, sebagaimana kita ketahui, bila kita tengok sejarah, Bangsa kita yang diwakili oleh Sukarno - Hatta di tengah situasi perjuangan yang sangat genting, telah memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan pernyataan yang singkat dan padat: 

"Proklamasi. Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan keuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.  Jakarta, 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa Indonesia: Soekarno-Hatta"

Disusul dengan pengesahan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai UUD Negara RI pada hari berikutnya yaitu tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas 4 (empat) alinea itulah termuat pernyataan luhur dan lengkap tentang Kemerdekaan Indonesia, yang salah satunya adalah tentang kondisi masyarakat di dalam negara Indonesia yang adil dan makmur.

Secara rinci, Pembukaan UUD 1945 setidaknya memuat hal-hal sbb: 

(1) penegasan bahwa kemerdekaan merupakan hak semua bangsa;                                                  (2) penegasan tentang keharusan dihapuskannya penjajahan di muka bumi karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan;                                                                                      (3) penegasan bahwa perjalanan perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia telah terwujud;  (4) penegasan tentang kondisi negara setelah merdeka yaitu Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur;                                                                                                (5) pengakuan atas pertolongan Allah Yang Maha Kuasa yang telah merahmati perjuangan kemerdekaan, sekaligus pernyataan kemerdekaan Indonesia;                                                            (6) penegasan tentang tujuan dan fungsi negara, yaitu "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial";                                                                                                                (7) penegasan tentang susunan dan bentuk negara yaitu Negara Republik Kesatuan, serta sistem pemerintahan yaitu demokrasi (kedaulatan rakyat);                                                                          (8) penegasan tentang Dasar Negara Indonesia, yaitu 5 (lima) sila dari Pancasila.

Jadi secara historis, pencanangan cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan (dicanangkan) sejak awal kemerdekaan. 

Sekilas Perjalanan Pencapaiannya: Stabilitas, Pertumbuhan, Pemerataan 

Di dalam proses perjalanan/pencapaiannya sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini Bangsa dan Pemerintah kita telah menempuh berbagai kebijakan, regulasi, strategi, maupun program pembangunan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, serta telah mengalami pasang-surutnya perkembangan zaman.  Mulai dari zaman orde lama, zaman orde baru, orde reformasi, sampai saat ini, terdapat 3 (tiga) kondisi yang selalu ingin diwujudkan pada setiap langkah pembangunan, yaitu: (i) terciptanya prasyarat bagi berlangsungnya pembangunan yakni terpeliharanya stabilitas politikdan keamanan yang sehat dan dinamis; (ii) terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;   dan (i ii) terwujudnya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya kepada seluruh rakyat Indonesia.  Ketiga kondisi tersebut pada zaman orde baru dikenal dengan "Trilogi Pembangunan".

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi perlu diwujudkan adalah dalam rangka mewujudkan cita-cita kemakmuran atau masyarakat yang makmur secara ekonomi, yang dicirikan oleh meningkatnya pendapatan per kapita (pendapatan per kepala) sampai ke tingkat yang diperlukan untuk  dapat hidup "makmur". Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya kepada seluruh rakyat Indonesia perlu diwujudkan adalah dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan atau masyarakat yang adil di dalam kemakmuran, atau makmur di dalam keadilan. Sedangkan terpeliharanya stabilitas politik dan keamanan yang sehat dan dinamis  perlu diwujudkan karena kondisi tersebut menjadi prasyarat supaya proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa gangguan yang berarti.  

Tentang perlunya stabilitas politik dan keamanan sebagai kondisi prasyarat bagi terselenggaranya proses pembangunan, nyaris semua pihak setuju dan tidak banyak perbedaan pendapat.  Banyak contoh negara yang kondisi politik dan keamanannya tidak stabil sangat sulit untuk membangun. Hasil-hasil pembangunan yang sudah diwujudkan pun dapat hancur karena kekacauan yang dipicu oleh keadaan politik yang tidak stabil; bahkan akibat yang lebih buruk dapat terjadi seperti perang saudara yang berkepanjangan. 

Makmur dulu baru Adil, atau Adil dulu baru Makmur?

Tetapi tentang mana yang harus didahulukan antara pertumbuhan dan pemerataan, terdapat banyak silang pendapat. Terdapat kalangan yang berpendapat pertumbuhan lebih dulu baru kemudian pemerataan; terdapat juga kalangan yang berpendapat pemerataan lebih dulu baru kemudian pertumbuhan. 

Kalangan yang berpendapat pertumbuhan didahulukan beralasan bahwa ketika masyarakat belum makmur secara ekonomi, apa yang mau didistribusikan (dibuat pemerataan)? Tidak ada yang bisa dibuat pemerataan selain pemerataan kemiskinan. Kalangan ini berpendapat bahwa ketika kemakmuran kelompok masyarakat tertentu terwujud maka diharapkan akan ada proses "trickle down effect" (efek menetes ke bawah) kepada kelompok masyarakat lain misal terbukanya lapangan kerja, peluang berusaha, dsb sehingga terwujud pemerataan ekonomi dalam masyarakat.

Sebagai kritik terhadap pendapat tersebut bahwa, karena mekanisme yang diciptakan untuk menjamin terjadinya "trickle down effect" belum ada, maka yang terjadi adalah bahwa kemakmuran yang dihasilkan sebagian besar dinikmati oleh para pemilik perusahaan, dan sangat kecil yang "menetes" kepada non pemilik, termasuk para tenaga kerja. Penekanan pada pertumbuhan (kemakmuran) dengan mengabaikan mekanisme pemerataan lebih hanya menghasilkan orang-orang yang serakah dan memperlebar kesenjangan pendapatan, dibanding menghasilkan pemerataan atau keadilan.

Idealnya, untuk menjamin bekerjanya mekanisme pemerataan, yang diperluas adalah akses kepemilikan masyarakat (misal tenaga kerja, atau asosiasi tenaga kerja) terhadap perusahaan melalui program saham untuk karyawan, mengingat faktanya bahwa keuntungan (kemakmuran) perusahaan selalu mengalir kepada pemiliknya, dan sulit berharap dapat menetes secara teratur apalagi yang bernilai signifikan kepada non pemilik.  

Menurut hemat kami, selain perluasan akses kepemilikan terhadap perusahaan, terdapat mekanisme pemerataan yang sebenarnya ampuh yaitu melalui koperasi, yang secara regulasi pun telah diatur. Sebagaimana diketahui, di dalam koperasi terdapat mekanisme keanggotaan/pembentukan koperasi primer dan koperasi sekunder, seperti: (i) keanggotaan koperasi primer [koperasi yang beranggotakan orang per orang] yang minimum 20 atau 9 orang; (ii) pembentukan koperasi sekunder tingkat satu [Pusat Koperasi] yang dapat dilakukan oleh 5 atau 3 koperasi primer; (iii) pembentukan koperasi sekunder tingkat dua [Gabungan Koperasi] yang dapat dilakukan oleh 3 koperasi sekunder tingkat satu; (iv) pembentukan koperasi sekunder tingkat tiga [Induk Koperasi] yang dapat dilakukan oleh 3 koperasi sekunder tingkat dua. 

Jika diasumsikan bahwa wilayah kerja koperasi primer mencakup satu atau beberapa desa/kelurahan/kecamatan, wilayah kerja koperasi sekunder tingkat satu mencakup satu atau beberapa kabupaten/kota madya, wilayah kerja koperasi sekunder tingkat dua mencakup satu atau beberapa provinsi, dan  wilayah kerja koperasi sekunder tingkat tiga mencakup beberapa provinsi atau nasional, m a k a   setiap 1 (satu) Induk Koperasi di Indonesia akan memiliki jaringan keanggotaan atau kaki-kaki atau akar atau pemilik yang tersebar di sejumlah provinsi, di sejumlah kabupaten/kota madya, dan di sejumlah kecamatan atau desa/kelurahan.  Jadi ketika Induk Koperasi tersebut memperoleh keuntungan, maka akan secara otomatis terdistribusi kepada seluruh pemiliknya melalui jaringan-jaringan koperasi di bawahnya, dari tingkat nasional sampai ke tingkat kecamatan/desa/kelurahan, yang berarti membantu terwujudnya pemerataan, yang berarti pula membantu terwujudnya keadilan.

Bila ditelaah lebih lanjut secara filosofi, menurut hemat kami keadilan merupakan proses panjang yang harus diwujudkan bahkan juga menjadi prasyarat bagi dan selalu melingkupi berlangsungnya proses pembangunan yang juga panjang. Stabilitas tanpa keadilan hanyalah stabilitas semu atau palsu yang setiap saat dapat terganggu. Sebaliknya, ketika keadilan ditegakkan kepada semua warga negara tanpa pandang bulu maka diharapkan akan menghasilkan stabilitas yang sejati dan permanen karena tumbuh dari kesadaran seluruh rakyat, bukan stabilitas yang dipaksakan. bahkan ketika keadilan selalu ditegakkan, rakyat pun akan rela berjuang bersama, susah bersama, bahkan sengsara bersama, karena sama-sama berproses menuju kemakmuran bersama. 

Jadi kemakmuran adalah hasil yang dapat diwujudkan dari proses penegakan keadilan tersebut. Oleh karena itu, justru ketika kondisi rakyat sedang sulit mencari kehidupan, maka keadilan harus dapat ditegakkan, karena ketidak-adilan yang kecil pun dapat mengakibatkan kesengsaraan yang lebih besar. Lebih-lebih ketidak-adian yang besar, tidak saja sangat menyakitkan hati rakyat, tetapi juga dapat mengakibatkan kesengsaraan yang serius/luas.  Misal rakyat miskin yang hanya bisa makan 1 kali sehari bukankah bisa mati kelaparan ketika tidak makan selama beberapa hari karena ada oknum yang mengambil hak mereka (tidak adil)?  Bagi orang-orang serakah, orang-orang yang tidak ikhlas, orang-orang yang tidak mau berbagi atau berkorban, dan orang-orang sejenisnya, keadilan memang hanya mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan karena mereka dapat dirugikan ketika keadilan ditegakkan.  

Saudaraku se-Bangsa, mari kita belajar selalu bersikap dan bertindak adil karena Allah Swt. Semoga secara bertahap cita-cita NKRI tercinta masyarakat adil, makmur, sentosa terwujud dengan baik dan lestari, di dalam naungan dan ridho Allah Swt, Aamiin YRA...

Wassalaamu'alaikum wr.wb.

(Ragil'23)



 












 . 

Minggu, 20 Agustus 2023

Membuang Kebiasaan Buruk

Saudaraku, setiap orang pada umumnya memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu. Sesuatu dapat dikatakan menjadi kebiasaan ketika sesuatu itu dilakukan secara rutin/periodik, mungkin setiap bulanan, setiap minggu, setiap hari, atau lainnya. Perilaku/tindakan yang dilakukan secara terus-menerus oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu akan menjadi kebiasaan dan tanpa disadari dapat membentuk sifat-sifat tertentu dari orang tersebut sesuai dengan perilaku/tindakan yang dibiasakan tersebut, baik atau buruk. 

Ketika yang dibiasakan adalah perilaku/tindakan kebaikan seperti bersabar, bersyukur, ikhlas, berbagi kepada sesama, tekun/rajin, bekerja keras, hemat, hidup sederhana, dsb, maka tanpa disadari akan terbentuk sifat-sifat (akhlak) yang baik/mulia yang tentu kita harapkan bersama. 

Tetapi ketika yang dibiasakan adalah perilaku/tindakan keburukan seperti pemarah, rakus/serakah atau selalu merasa kurang, kikir, malas-malasan, egois, iri, dengki, boros dan bermewah-mewah, riya', dsb, maka tanpa disadari akan terbentuk sifat-sifat (akhlak) yang buruk/tercela yang tentu tidak kita harapkan bersama.

Saudaraku, kebiasaan buruk yang dipelihara akan selalu menjadi faktor pengurang terhadap kinerja/kesuksesan, dan suatu saat dapat menjadi ganjalan yang menghambat bahkan bisa menggagalkan kesuksesan dan....menjadi penyesalan. Misalnya, orang yang malas/terlambat bangun tidur dapat terlambat/gagal dalam mengikuti seleksi/lomba/pertemuan, gagal menemui klien/konsumen, dsb. Orang yang pemarah dan tidak bisa mengendalikan diri akan sulit berpikir yang berat2, dijauhi teman2nya, membuat orang lain tidak mau bicara terus terang (jujur), bahkan tanpa sadar dapat menyakiti orang lain. Dsb.

Sebaliknya, kebiasaan yang baik merupakan faktor penggenap (penambah) terhadap kinerja/kesuksesan, dan dapat menjadi kekuatan yang mampu membuka jalan bahkan melancarkan terwujudnya kesuksesan. Misalnya, orang yang rajin bisa bangun tidur lebih awal sehingga memiliki cukup waktu dan dapat lebih mepersiapkan diri dalam mengikuti seleksi/lomba/pertemuan, mampu menemui klien/konsumen sesuai perjanjian/komitmen, dsb. Orang yang penyabar, memiliki empati, ringan tangan akan disenangi teman2nya, membuat orang lain mau bicara terus terang (jujur). Dsb.

Saudaraku, mari kita buang jauh-jauh kebiasaan buruk yang masih kita miliki dan kita ganti dengan kebiasaan yang baik. Mari kita latih anak-anak kita, keluarga kita untuk membiasakan bertutur-kata, bersikap, dan bertindak yang baik.

Semoga Allah Swt selalu membimbing dan membaikkan kita, keluarga kita, dan seluruh umat manusia, Aamiin YRA...wassalam... (Rgl)


Sabtu, 20 November 2021

UNTUK SAUDARA-2KU PARA KOMUTER DAN PARA PEMBERI PEKERJAAN

        Saudaraku, terutama yang hampir setiap hari naik kendaraan pribadi (motor/mobil) pergi pagi pulang petang/malam karena bekerja, lebih2 bila jaraknya cukup jauh, mungkin tanpa kita sadari dari hari ke hari selama di perjalanan itu kita telah memupuk sifat2 negatif seperti keserakahan, keegoisan, ketidaksabaran, kecerobohan, bahkan pengabaian keselamatan orang lain & diri sendiri. 
        Biasanya, ketika sudah dikejar waktu, yang ada di pikiran kita mungkin hanya satu: ingin cepat2 sampai di tempat bekerja supaya tidak terlambat. Mungkin hal itu tidak salah, tetapi kalau kita kemudian melakukan tindakan2 yang berisiko/membahayakan seperti ngebut, tidak mau memberi kesempatan penyeberang jalan atau pengguna jalan lain, menghabiskan/memenuhi ruas jalan, dsb., itu yang menurut .saya tidak baik 
        Bukankah Tuhan mengajarkan kita untuk berjiwa pemberi (bukan peminta), bersikap sabar (bukan pemarah), berhati-hati (tidak ceroboh), menghargai sesama (bukan merendahkan sesama), mau berbagi (tidak serakah/egois), dan sikap2 terpuji lainnya? 
        Bagaimana kita bisa memiliki jiwa pemberi atau menghargai sesama kalau sekedar memberi kesempatan penyeberang jalan (yang tidak memerlukan pengorbanan materi) saja tidak mau? Bagaimana kita bisa sabar kalau setiap ada hambatan/gangguan terhadap kepentingan kita kita langsung mengumbar amarah & sikap/perkataan kasar? 
        Saudaraku, kalau rutinitas (sebagai masyarakat komuter) itu memang tidak bisa kita hindari, terimalah dengan hati ikhlas&senang, jadikanlah tantangan itu sebagai lahan untuk berlatih sabar, memupuk jiwa pemberi, dan menumbuhkan sifat2 positip/terpuji lainnya. 
Bukankah bila dilandasi dengan keikhlasan hati, hal2 yang tadinya terasa berat dapat menjadi lebih ringan? Bukankah mencari nafkah/kehidupan untuk keluarga itu merupakan tugas mulia dari Tuhan yang harus kita tunaikan dengan baik dan tidak perlu kita nodai dengan tindakan2 yang tak terpuji? Justru marilah kita iringi waktu2 perjalanan kita itu dengan dzikir&mengingat Tuhan, sebutlah nama-Nya selalu agar hati kita diberi ketenangan. Ingatlah keluarga kita di rumah yang setia menunggu dan membutuhkan kita. 
        Selanjutnya, bila memungkinkan, berangkatlah lebih awal agar memiliki cadangan waktu yang cukup, dengan mengutamakan keselamatan. Namun, bila jaraknya memang cukup jauh & melelahkan untuk setiap hari pergi-pulang, sebaiknya tidak dipaksakan pulang setiap hari. Pertimbangkanlah bersama teman2 komuter lain kemungkinan menginap di mess atau tempat yang bisa untuk beristirahat di tempat kerja atau sekitarnya yang biaya sewanya tidak memberatkan. 
        Kepada Saudara2ku para pemberi pekerjaan, bila terdapat anggota/pegawai/karyawan yang seperti itu, bantulah mereka dengan hati senang, ketulusan &keikhlasan, misalnya menyediakan mess, home-stay, dsb yang tidak memberatkan pekerja. Semoga dengan bantuan Saudara2 itu akan menjadikan para pekerja Saudara menjadi tenang bekerja, cukup istirahat, lebih bersemangat/dedikasi, dan lebih berkontribusi bagi usaha Saudara dalam jangka panjang, Aamiin YRA...
        Saudaraku, mari kita berdo'a semoga diri kita dimampukan & hati kita diringankan untuk berbagi, serta selalu disucikan & dijaga oleh Tuhan YMK, Aamin YRA.... (Rgl)
[Sumber: postingan facebook tanggal 7 Juni 2015 (diolah kembali)]

Rabu, 07 April 2021

Akhlak/Karakter Mulia sebagai Awal&Penggerak dlm Membangun&Memelihara Budaya Organisasi, Budaya Masyarakat, & Budaya Bangsa

Assalaamu'alaikum wr.wb. Saudaraku, dewasa ini kita mendengar gencarnya upaya berbagai pihak (organisasi, instansi, perusahaan, dsb) membangun budaya organisasi masing-masing, yang pada intinya mereka mengharapkan semua SDM dan para pihak terkait dapat menampilkan nilai-nilai yang positip dan memberikan kinerja yang terbaik bagi organisasi dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan (stakeholders), khususnya para pelanggan/konsumen. Nilai-nilai positip seperti jujur, disiplin, amanah, ikhlas, tulus, tanggung jawab, komitmen, bersih, setia, responsif, melayani, kerja sama, pantang menyerah, religius, dan sejenisnya tersebut diharapkan terjelma menjadi perilaku sehari-hari yang diharapkan dapat meningkatkan dan memelihara kinerja organisasi secara permanen dan dapat menaikkan reputasi (nama baik) organisasi di tengah-tengah masyarakat dan stakeholders dalam jangka panjang. Upaya-upaya membangun budaya organisasi tersebut memang sudah selayaknya dilakukan, bahkan perlu dipelihara dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman. Sesuatu baru dapat dikatakan menjadi 'budaya' organisasi/masyarakat/daerah ketika telah diketahui, dipahami, dan dilaksanakan secara sadar dalam tindakan sehari-hari oleh sebagian besar/seluruh anggota organisasi/masyarakat/daerah tersebut sebagai suatu kebiasaan. Ketika sesuatu itu baru dipahami masyarakat tetapi belum dilaksanakan maka belum dapat dikatakan sebagai budaya, belum 'membudaya', tetapi baru 'memasyarakat'. Demikian juga ketika sesuatu itu baru dilaksanakan oleh satu-dua orang atau sebagian kecil orang dalam organisasi/masyarakat/daerah, itu pun belum bisa dikatakan sebagai budaya. Saudaraku, ketika budaya telah terbentuk dalam suatu organisasi/masyarakat/daerah, maka semua anggota organisasi/masyarakat/daerah akan secara otomatis melaksanakan/menjalankan 'kebiasaan' tersebut dengan senang hati, atas kesadarannya sendiri, dan tanpa diperintah oleh siapapun. Bahkan pada tataran yang lebih tinggi mereka siap 'membela'-nya. Bila suatu organisasi/masyarakat/daerah telah mencapai tataran seperti ini, maka Pemimpin dapat lebih fokus pada penciptaan iklim dan ekosistem yang kondusif bagi tumbuh- kembangnya budaya tersebut, dan tidak lagi harus mengejar-ngejar para anggotanyanya untuk melakukan ini-itu atau memberi sanksi ini-itu dan sejenisnya. Oleh karena itu terciptanya budaya organisasi/masyarakat/daerah tersebut kiranya perlu menjadi strategi para Pemimpin. Ketika budaya tertentu telah terbentuk/mengakar kuat pada suatu organisasi/masyarakat/daerah, barulah memungkinkan adanya perluasan cakupan implementasinya pada organisasi/masyarakat/daerahyang lebih luas, sampai menjadi budaya bangsa, bahkan budaya dunia. Saudaraku, berdasarkan pengamatan kami, beberapa hal yang kiranya perlu kita ketahui terkait dengan upaya pembentukan budaya organisasi/masyarakat/daerah/bangsa antara lain adalah: 1. Bahwa budaya organisasi/masyarakat/daerah/bangsa (yang baik) hanya dapat diwujudkan oleh orang-orang yang di dalam dirinya tertanam kuat nilai-nilai positip yang dianut dan diyakini kebenarannya. 2. Bahwa dalam proses internalisasi nilai-nilai positip tersebut kepada para anggota organisasi/masyarakat memerlukan waktu yang cukup dan keteladanan dari Pemimpin secara konsisten. 3. Bahwa dalam upaya menterjemahkan nilai-nilai positip ke dalam tindakan nyata (kebiasaan) sehari-hari, memerlukan pelatihan dan pembiasaan setiap hari yang memerlukan waktu yang cukup dan keteladanan dari Pimpinan secara konsisten. 4. Bahwa dalam proses pembentukan budaya organisasi/masyarakat perlu dilakukan pemahaman seksama terhadap proses bisnis oranisasi, 'medan operasi', fungsi para pihak yang harus terlibat, sehingga dapat dilakukan pengukuran secara tepat mengenai "sudahkah upaya yang dilakukan cukup memadai/maksimal (termasuk ketepatan stategi, tahapan, kecukupan waktu, dan keteladanan Pimpinan) dikaitkan dengan hasil-hasil yang diharapkan?". Jangan sampai (walau tanpa disadari) ternyata baru sebatas 'merasa' upaya sudah maksimal, pada hal faktanya yang besar justru baru keinginannya! 5. Ketika budaya pada suatu organisasi/masyarakat belum terbentuk/berakar kuat, maka sangat sulit Pimpinan/organisasi/masyarakat tersebut untuk memperluas cakupan implementasi budaya tersebut kepada organisasi/masyarakat yang lain. 6. Segalanya, apapun hasil demi hasil yang diwujudkan, semua insyaAllah akan berujung baik (membaikkan semua) dan berakhir bahagia, ketika kita jalani dengan penuh keikhlasan, kesyukuran, dan keberserahan-diri kepada Allah Swt. Saudaraku, sekian, semoga bermanfaat, mohon ma'af atas kekurangannya, teriring do'a dan harapan semoga kita semua dapat menjalankan segala amanah bagi kebaikan sesama, dalam ridho Allah Swt, Aamiin YRA... Wassalaamu'alaikum wr.wb. (Ragil-2021)